"Artinya Andi ini adalah otak pelaku dari peristiwa ini," ucap Toni.
Polisi Tak Seharusnya Hapus DPO
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, bukan kewenangan pihak kepolisian menyatakan dua nama yang sempat disebutkan yakni Andi dan Dani tidak ada atau fiktif melainkan pengadilan.
"Karena itu mengubah pelaku dari 11 menjadi 9 itu bukan kewenangannya polisi," ucap Abdul Fickar Hadjar dikutip TribunJakarta.com dari Wartakota.
"Bahwa polisi atau penyidik itu dia baru dapat 1, baru dapat pengakuan seperti itu. Tuangkan aja dalam berita acara."
"Berita acara itu yang diserahkan ke jaksa, biar jaksa yang membawa ke pengadilan, biar pengadilan memutuskan bahwa sesungguhnya di dalam pemeriksaan perkara itu pelakunya hanya 9, bukan 11," kata dia.
Dengan menyebut dua nama tidak ada atau fiktif, kepolisian telah mengambil alih fungsi pengadilan.
"Karena di dalam persidangan itu dinyatakan atau dicabut atau ada keterangan yang menyatakan bahwa 2 itu fiktif," ucapnya.
"Nah jadi sebenarnya dengan kepolisian menyatakan bahwa itu terdakwanya hanya 9, itu sudah mengambil alih fungsi pengadilan,"
"Jadi merebut kewenangan pengadilan sebenarnya, seharusnya pengadilan yang menyatakan seperti itu, bukan kepolisian,"
"Bahwa kepolisian hanya dapat 1, dan dia tidak menyidik, mencari lagi, ya itu enggak usah dinyatakan sebenarnya. Biar nanti pengadilan yang akan menyatakan. Bahwa memang terdakwanya hanya 9," lanjut dia.
Abdul Fickar menuturkan, kepolisian harus mengikuti amar putusan pengadilan atas terpidana kasus tersebut.
Pada amar putusan itu disebutkan bahwa DPO kasus Vina berjumlah tiga orang.
"Saya kira kalau dasar penyelidikan atau penyidikannya itu sebuah keputusan pengadilan, maka sepenuhnya penyelidikan atau penyidikan sebuah kasus itu harus mengikuti petunjuk atau mengikuti apa yang sudah ada di dalam putusan pengadilan," ujarnya.