TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu menilai putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah batas usia calon kepala daerah, merusak hukum.
"MA memutus itu merusak hukum itu sendiri," kata Masinton kepada Tribunnews.com, Kamis (30/5/2024).
Menurut anggota DPR RI ini, putusan MA tidak membaca suasana sosiologis masyarakat setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebab, putusan MK mengubah batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden yang memuluskan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres dikritik banyak pihak.
Masinton menjelaskan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dia pun mengutip ketentuan Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Nomor 10 tahun 2016 soal syarat pencalonan kepala daerah berbunyi: berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota.
"Jadi PKPU itu adalah turunan dari UU Nomor 10 tahun 2016."
"Kan itu mengatur teknisnya dan itu tidak bertabrakan dengan UU."
"PKPU itu tidak membuat norma baru, dia cuman mengatur secara teknis tentang syarat pencalonan itu ya sejak dia mendaftar kan ditetapkan sebagai calon," jelas Masinton.
Karenanya, dia mengkritisi ketika MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mencabut Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Apalagi, putusan MA menyatakan usia minimal 30 tahun bagi bakal calon kepala daerah dihitung pada saat calon dilantik sebagai kepala daerah definitif.
"Yang namanya calon itu ya sejak pencalonan, bukan saat dilantik."
"Kalau saat dilantik ya itu namanya calon terpilih," ucap Masinton.
Masinton menganggap putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 merusak hukum.
"Jadi ini putusan MA ini adalah bukan lagi putusan hukum yang agung itu, itu putusan yang merusak hukum itu sendiri. Putusan itu bukan putusan hukum, itu putusan yang kacau lah," jelas Masinton.
"Demi Loloskan Putra Penguasa"
Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Pilkada PDIP, Chico Hakim berpendapat aturan tersebut diubah untuk meloloskan putra penguasa maju di Pilkada.
Hanya saja, dia enggan menjelaskan maksudnya.
"Kembali lagi 'hukum diakali oleh hukum' demi meloloskan putra penguasa maju sebagai calon," kata Chico kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).
Dia menilai, Indonesia terpaksa bisa dipimpin oleh orang-orang yang tidak berpengalaman dan minim prestasi melalui aturan tersebut.
"Mengakali hukum dengan hukum adalah bentuk pengkhianatan tertinggi pada cita-cita reformasi," ucapnya.
Hanya Butuh 3 Hari Untuk Putus Perkara
MA hanya perlu waktu tiga hari untuk memutus perkara terkait syarat usia minimal calon kepala daerah.
Dari situs kepaniteraan MA, perkara nomor 23 P/HUM/2024 ini dimohonkan Ahmad Ridha Sabana, Ketua Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) dengan termohon Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari.
Perkara itu didaftarkan pada 23 April 2024 dan didistribusi pada 27 Mei 2024. Lalu diputus pada 29 Mei 2024.
"Usia perkara 4 hari, lama memutus 3 hari," sebagimana tertulis di situs kepaniteraan MA.
Untuk diketahui, MA mengabulkan permohonan Partai Garuda terkait aturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah.
Hal tersebut ditegaskan MA melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputus pada Rabu (29/5/2024).
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian amar putusan tersebut sebagaimana tersedia di laman resmi MA.
MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Melalui putusan tersebut, MA mengamanatkan KPU untuk mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU, dari yang semula mensyaratkan calon gubernur (cagub) dan wakil cagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi setelah pelantikan calon terpilih.
Adapun Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU yang dinyatakan bertentangan tersebut berbunyi:
"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon".
Sedangkan MA mengubah Pasal a quo menjadi:
"....berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Selanjutnya, MA memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.(Tribunnews.com/Fersianus Waku/Mario Christian Sumampow)