TRIBUNNEWS.COM - Mundurnya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono beserta wakilnya, Dhony Rahajoe, membuat publik bertanya-tanya.
Termasuk soal berapa jumlah hak keuangan atau gaji yang diterima kedua sosok tersebut.
Belakangan hal itu terungkap lewat unggahan Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo di akun media sosial X, Selasa (4/6/2024), yang telah diizinkan untuk dikutip Tribunnews.com .
Dalam cuitannya, Prastowo mengungkapkan besaran gaji yang diterima Bambang dan Dhony Rahajoe.
Dalam beleid yang dilampirkan oleh Prastowo, gaji yang diterima Bambang sebesar Rp172.718.840, sedangkan Dhony menerima Rp155.180.670 tiap bulan.
Adapun rincian gaji mereka terdiri atas gaji pokok dan beberapa tunjangan lagi.
Di antaranya adalah tunjangan melekat hingga tunjangan kinerja.
Namun, Bambang dan Dhony Rahajoe tetap memilih mundur dari tanggung jawabnya membangun ibu kota baru tersebut.
Terlepas dari apa alasan keduanya memilih mundur, publik pun mengait-ngaitkannya dengan persoalan gaji.
Belakangan isu gaji tersebut sempat menunggak selama 11 bulan belum dibayarkan kepada Bambang dan Dhony Rahajoe pun beredar.
Tentang hal itu, Prastowo pun menegaskan gaji terhadap Bambang dan Dhony Rahajoe selaku Kepala dan Wakil Otorita IKN sudah tuntas, bahkan sejak Januari 2023.
Baca juga: Kritik Keras PDIP ke Jokowi Soal Bambang Susantono Mundur dari Kepala OIKN: Proyek Roro Jonggrang
Dia mengungkapkan, penyelesaian pembayaran gaji tersebut diselesaikan lewat terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2023 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
“Mengiringi pengunduran diri Kepala dan Wakil Kepala OIKN, muncul kembali isu lama soal gaji pimpinan dan staf OIKN. Dapat disampaikan, hak keuangan pimpinan dan staf OIKN sudah tuntas diselesaikan, antara lain dengan terbitnya Perpres No 13/2023 tanggal 30 Januari 2023,” kata Prastowo dalam unggahan lainnya.
Prastowo menjelaskan alasan pembayaran gaji Bambang, Dhony, dan karyawan IKN lainnya dilakukan secara rapel lantaran saat itu belum ada payung hukum yang mengaturnya.