Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) memberi aturan jatah cuti bagi suami yang istrinya sedang melahirkan.
Suami memperoleh cuti 2 hingga 5 hari untuk mendampingi istri melahirkan.
"Rancangan undang-undang ini menetapkan kewajiban suami mendampingi istri selama masa persalinan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Baca juga: HNW Kritisi Hilangnya Frasa Perkawinan yang Sah dari RUU KIA dan Tegaskan Pentingnya Cuti Bagi Suami
Adapun pada draf UU KIA, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 6 ayat 2 huruf a.
Berikut bunyi pasal 6 ayat 2.
(2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada:
a. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan; atau
b. saat mengalami keguguran, selama 2 (dua) hari.
Kemudian pada Pasal 6 ayat 3 dijelaskan alasan khusus diberikan waktu yang cukup bagi suami untuk mendampingi istri dan anak.
Baca juga: Wacana Cuti Hamil 6 Bulan Jadi Dilema bagi Pengusaha, Ini Alasannya
Suami wajib mendampingi karena istri tengah mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran.
Adapun Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi Undang Undang.
Pengesahan itu dilakukan pada Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, pada Selasa (4/6/2024).
Awalnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyampaikan laporan pembahasan RUU KIA.
Diah mengungkapkan RUU KIA terdiri dari 9 bab dan 46 pasal.
"Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat," kata Diah.
Kemudian, Puan selaku pimpinan rapat meminta persetujuan peserta rapat untuk mengesahkan RUU KIA menjadi Undang-Undang.
"Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU KIA pada fase 1000 hari pertama kehidupan dapat disetujui untuk menjadi Undang-Undang" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta rapat.