News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tabungan Perumahan Rakyat

Pekerja, ASN, TNI/Polri Bisa Bernafas Lega, Pemerintah Tunda Implementasi Potongan Gaji untuk Tapera

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa buruh menggelar aksi unjuk rasa di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). Sejumlah organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, Serikat Petani Indonesia (SPI), serta organisasi perempuan PERCAYA menggelar aksi menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Moeldoko tegaskan Tapera diberlakukan paling lambat tahun 2027, masih ada waktu untuk saling memberi masukan sebelum Tapera benar-benar diterapkan. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang wajib diikuti oleh seluruh pekerja baik swasta hingga ASN, TNI, Polri mendapat penolakan keras dari banyak kelompok.

Rakyat meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan program berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 ini.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan masukan dari berbagai pihak terkait pemberlakuan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih ditampung sampai tahun 2027.

“Tapera diberlakukan paling lambat nanti tahun 2027, jadi sampai 2027 masih ada waktu untuk saling memberi masukan, konsultatif dan sebagainya,” ujar Moeldoko di Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Mantan Panglima TNI itu bilang peraturan mengenai iuran Tapera bagi aparatur sipil negara (ASN) maupun bagi pekerja mandiri juga belum terbit, baik dari Menteri Keuangan maupun Menteri Ketenagakerjaan.

Pemberlakuan iuran Tapera pun masih menanti aturan dari tiga kementerian, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).

Menurutnya, persoalan Tapera bukan cuma soal tunda namun juga mendengarkan aspirasi berbagai pihak.

Kebijakan iuran Tapera bermaksud baik karena dilandasi adanya backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta yang harus ditangani negara.

Negara pun sudah memberikan subsidi agar bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dapat ditekan di angka 5 persen.

Akan tetapi kebijakan itu hanya mampu mendorong kepemilikan rumah 300.000 per tahun maka perlu skema baru untuk mengatasi backlog kepemilikan rumah.

Baca juga: 4 Pernyataan Basuki Hadimuljono soal Polemik Tapera, Akui Menyesal

Jauh sebelum itu ada Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) untuk membantu ASN dalam memiliki rumah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyadari adanya penolakan dari para pekerja yang tidak ingin gajinya dipotong untuk Tapera.

Atas dasar itu, Basuki menilai program Tapera tidak perlu diimplementasikan dalam waktu dekat.

“Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa,” katanya usai rapat kerja bersama Komisi V DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Pemerintah sudah cukup lama menyusun aturan soal Tapera terhitung sejak tahun 2016.

Akibat besarnya penolakan dari bawah, Basuki menilai perlunya agar Tapera diundur hingga tahun 2027.

Pembicaraan pengunduran Tapera ini, diakuinya juga sudah dibahas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kedua menteri andalan Jokowi ini sudah sepakat untuk meredam kemarahan rakyat.

“Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya. Kemudian kami dengan Bu Menteri Keuangan dipupuk dulu kredibilitasnya, ini masalah trust sehingga kita undur ini sudah, sampai 2027,” ujarnya.

Menteri PUPR yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Basuki mengaku setuju jika DPR atau MPR mengusulkan iuran Tapera diundur.

Sebab program Tapera menurutnya harus melihat kesiapan masyarakat.

“Jadi kalau misalnya ada usulan, apalagi DPR misalnya, ketua MPR untuk diundur, menurut saya saya sudah kontak dengan Buk Menteri Keuangan juga kita akan itu,” tutur Basuki.

“Pemerintah merasa perlu ada cakupan skema yang lebih luas, hingga muncul skema Tapera ini,” tukasnya.

Kritik program Tapera juga diungkapkan anggota Komisi V DPR RI fraksi PDIP Irine Yusiana Roba Putri.

Ia melontarkan kritik pedas terkait potong gaji karyawan untuk iuran Tapera.

Dia menegaskan bahwa subsidi itu kewajiban warga negara, bukan sesama warga negara.

“Kadangkala ada beberapa dari pemerintah yang mengatakan, ‘Ya itu kalau yang mampu nanti untuk subsidi yang tidak mampu’. Mohon maaf, Pak, subsidi itu kewajiban negara, bukan sesama warga negara memberi subsidi,” katanya.

Kalau sesama warga negara namanya gotong royong. Dan alangkah malunya negara yang tidak mampu hadir untuk menjawab dari tantangan yang masyarakat hadapi. Jadi, Pak, mohon penjelasan tentang Tapera,” pungkasnya.

Bikin Ekonomi Jeblok

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menyampaikan bahwa kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp1,21 triliun yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.

“Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha,” ujar Huda.

Baca juga: Basuki Jamin Pemerintah Tak Akan Gunakan Dana Tapera untuk Bangun Proyek Infrastruktur

Dia juga menyampaikan terkait kebijakan Taperum sebelumnya, masih terdapat masalah backlog perumahan yang belum terselesaikan.

Menurutnya, backlog sempat mengalami penurunan karena anak muda memilih untuk tinggal hunian nonpermanen.

“Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan.

“Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.” Imbuh Bhima.

Huda juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi.

Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan.

“Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya.” Kata Huda.

Baca juga: Tapera dan Revisi UU TNI Tuai Protes, Moeldoko: Negara Tidak Anti-Kritik

Dalam policy brief yang diterbitkan oleh Celios terdapat setidaknya tujuh rekomendasi untuk perbaikan Tapera antara lain.

Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela.

Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana.

“Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK,” terangnya.

Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah.

“Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian,” tuturnya.

Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia.

Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega-proyek yang berdampak kecil terhadap ketersediaan hunian seperti proyek IKN.

Baca juga: Tapera Dinilai Mencekik Pekerja Mandiri karena Menambah Beban Keuangan

Masalah Tabungan Perumahan Rakyat mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera.

Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.

Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen.

Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan.

Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini