TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira mengatakan, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto korban perampasan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini terkait langkah KPK melakukan penyitaan handphone milik Hasto dan stafnya, Kusnadi ketika diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan tersangka Harun Masiku.
Andreas menilai, penyitaan handphone milik Hasto tak sesuai ketentuan Pasal 47 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Yang terjadi pada Hasto Kristianto, Sekjen PDIP adalah perampasan bukan penyitaan," kata Andreas kepada wartawan, Selasa (11/6/2024).
Sebab, tidak pernah ada persetujuan dari Dewan Pengawas KPK untuk penyitaan, sehingga penyitaan handphone Hasto adalah bentuk perampasan.
Andreas juga mengkritisi cara penyidik KPK memanggil Kusnadi ke lantai 2 Gedung KPK dengan cara menyamar memakai masker dengan alasan dipanggil Hasto.
"Bahkan Kusnadi diperiksa selama sekitar 3 jam tanpa adanya surat pemanggilan, sementara yang dipanggil dibiarkan menunggu sekitar 3 jam hingga kedinginan," ucapnya.
Baca juga: Drama Kedinginan 2,5 Jam saat Pemeriksaan Kasus Harun Masiku Versi Hasto dan KPK, Disengaja?
Dia menjelaskan, persoalan penyuapan terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan telah diputuskan pengadilan.
Di mana, kata Andreas, dalam seluruh pemeriksaan tidak ada kaitannya dengan Hasto.
Dia menuturkan, berdasarkan ketentuan UU KPK penyitaan hanya bisa dilakukan setelah ditetapkan tersangka.
"Itu pun barang yang disita harus berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan, bukan sembarang mengambil barang pribadi milik Sdr. Kusnadi; buku catatan milik DPP PDIP, dan HP milik Sdr. Hasto Kristiyanto," ungkap Andreas.