TRIBUNNEWS.COM - Terungkap satu tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap proyek di lingkungan Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Jawa bagian Tengah Kementerian Perhubungan.
Tersangka baru kasus proyek jalur kereta di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) itu bernama Yofi Oktarisza (YO).
Yofi merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada BTP Kelas 1 Jawa bagian Tengah atau BTP Semarang tahun 2017–2021.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut penetapan tersangka Yofi merupakan pengembangan dari perkara pemberian suap oleh Dion Renato Sugiarto (DRS) kepada PPK di lingkungan BTP Semarang, Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
"Telah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan penyitaan bukti terkait, maka ditetapkan saudara YO selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada BTP kelas 1 Jawa Bagian Tengah yang kemudian menjadi BTP Semarang tahun 2017-2021 sebagai tersangka," katanya dalam konferensi pers di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Yofi ditahan selama 20 hari pertama. Terhitung sejak 13 Juni–2 Juli 2024 di Rutan Cabang KPK.
"Untuk kebutuhan penyidikan, tersangka YO dilakukan penahanan selama 20 hari," lanjut Asep, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.
Konstruksi Perkara
Asep menjelaskan, posisi Yofi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk sejumlah proyek.
Meliputi PPK Peningkatan Jalur Kereta Api Purwokerto Kroya tahun 2017; PPK Peningkatan Jalur Kereta Api Lintas Banjar–Kroya tahun 2018; PPK Kegiatan Pembangunan Jalur Ganda Cirebon–Kroya tahun 2019, dan PPK Peningkatan Jalur Kereta Api Lintas Banjar–Kroya tahun 2020.
Kemudian, PPK Area II lingkup pekerjaan Kegiatan Pembangunan/Peningkatan/Perawatan/Rehabilitasi Konstruksi dan Fasilitas Operasi KA di Jalur KA Cirebon Kroya, Jalur KA Banjar–Kroya–Yogyakarta, Jalur KA Tegal–Prupuk, Jalur KA Purwokerto–Wonosobo, Jalur KA Maos–Cilacap tahun 2021.
Baca juga: KPK Tetapkan ASN Kemenhub Tersangka Baru Kasus Suap di Balai Teknik Perkeretaapian
Sementara, Dion Renato Sugiarto adalah rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kemenhub, yang memiliki tiga perusahaan antara lain PT Istana Putra Agung (IPA), PT Prawiramas Puriprima (PP), dan PT Rinenggo Ria Raya (RRR).
"Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah yang kemudian menjadi BTP Kelas 1 Semarang," kata Asep.
Asep menyebut, Yofi kemudian menjadi PPK untuk 18 paket pekerjaan barang dan jasa lanjutan dari PPK sebelumnya dan 14 paket pekerjaan pegadaan barang dan jasa baru di lingkungan BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah.
"Secara keseluruhna ada 32 paket pekerjaan," ucap Asep.
Lebih lanjut, Asep mengungkapkan, ada empat paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog–Kebasen (multiyears 2016–2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016–2018) dengan nilai paket Rp128,5 miliar (Rp128.594.206.000) menggunakan PT IPA.
Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto–Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 miliar (Rp49.916.296.000) menggunakan PT PP; Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan–Maos Koridor Banjar–Kroya Lintas Bogor–Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 miliar (Rp12.461.215.900) menggunakan PT PP.
Baca juga: Pakar Hukum Soroti Pemeriksaan Saksi Kasus DJKA di KPK
Selain itu, Peningkatan Jalur KA Km. 356+800–Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar–Kroya (multiyears 2019–2021) dengan nilai paket Rp37 miliar (R37.195.416.000) menggunakan PT PP.
Asep mengatakan, Dion mendapatkan bantuan dari PPK termasuk Yofi untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa.
Secara umum, kata Asep, terdapat pengaturan rekanan tertentu untuk menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh PPK.
Di antaranya, sebelum pelaksanaan lelang para calon pemenang lelang dikumpulkan oleh PPK baik di kantor PPK maupun di lokasi tertentu seperti hotel dan lain-lain.
Pada saat dikumpulkan tersebut, PPK akan membagi paket-paket pekerjaan yang akan dimenangkan masing-masing rekanan.
PPK juga meminta adanya rekanan pendamping dalam masing-masing lelang.
Saat itu, PPK juga memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus, seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.
Setelah memberikan arahan kepada masing-masing rekanan, PPK biasanya secara teknis akan memberikan arahan khusus kepada staf-staf dari masing-masing rekanan.
PPK juga memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.
Yofi Oktarisza juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan.
"Atas bantuan tersebut, PPK termasuk tersangka YO menerima fee dari rekanan termasuk Saudara DRS dengan besaran 10 persen sampai dengan 20 persen dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukan," jelas Asep.
Baca juga: Komut Insight Investments Wisnu Wardhana Diperiksa KPK di Kasus Korupsi Investasi Fiktif PT Taspen
Asep menyebut, persentase fee dari rekanan saat Yofi menjabat PPK, antara lain untuk PPK sebesar 4 persen; untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar 1 persen–1,5 persen; untuk Itjen Kemenhub sebesar 0,5 persen; untuk Pokja Pengadaan sebesar 0,5 persen; dan untuk Kepala BTP sebesar 3 persen.
Selain fee untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan fee agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar, termasuk pencairan termin.
Sehingga, pemberian fee juga tetap dilakukan kepada PPK pengganti yang menggantikan PPK awal mulai saat lelang paket pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dion ditunjuk oleh Yofi untuk mengumpulkan fee dari rekanan lain yang mengerjakan paket pekerjaan dengan Yofi sebagai PPK pekerjaan tersebut yang selanjutnya diberikan kepada Yofi.
"Fee yang dikumpulkan tersebut dicatat oleh Suyanto dan Any Sisworatri selaku bagian keuangan perusahaan DRS," kata Asep.
Atas perbuatannya, Yofi Oktarisza disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama, Kompas.com)