TRIBUNNEWS.COM - Kabar pemberian bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online, menyita perhatian publik.
Ternyata, belakangan terungkap bahwa pemerintah belum menyediakan anggarannya tahun ini.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat berada di DPP Golkar, Jakarta, Senin, (17/6/2024).
"Ya pertama terkait dengan judi Online , tidak ada dalam anggaran sekarang," kata Airlangga.
Airlangga mengimbau, usulan bansos korban judi online sebaiknya didiskusikan kepada Kementerian terkait.
Sehingga, dapat dipersiapkan lebih detail lagi.
"Ya kalo koordinasi tentu kalo ada usulan program, silahkan dibahas dengan kementerian teknis," jelas Airlangga.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy membuka peluang agar korban judi online yang masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diberikan hak untuk menerima bantuan sosial (bansos).
Hal ini disampaikan Muhadjir menanggapi judi online makin marak di masyarakat.
"Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS sebagai penerima bansos," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2024).
Namun, berbagai respons publik muncul mengiringi usulan ini.
Publik menilai dengan adanya bansos tidak akan membuat pelaku judi online jera.
Sebab, pelaku bisa saja merasa tidak bersalah karena ada negara yang menanggung resikonya.
Kritik tersebut salah satunya disampaikan ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Menurutnya, para korban yang terjerat judi online alias 'judol' tak layak mendapatkan bantuan sosial dari Pemerintah.
Baca juga: Korban Judi Online Dapat Bansos? Pengamat: Logikanya Pemerintah Mau Subsidi Pelaku Pakai Uang Negara
Bima mengatakan para pelaku yang kecanduan judi online seharusnya masuk ke dalam pusat rehabilitasi.
Adapun, pusat rehabilitasi tersebut tentunya memiliki fasilitas pembinaan bagi masyarakat agar mendapatkan keterampilan untuk berwirausaha.
Dengan demikian, para korban tak akan lagi terjerat ke dalam praktik judi online.
"Pelaku judi online tidak perlu masuk sebagai penerima bansos, harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, jadi pemerintah cukup membiayai pelaku judi online selama di panti rehab."
"Disana ada berbagai fasilitas termasuk pelalihan wirausaha sehingga pelaku judi online bisa sembuh dan memiliki pendapatan selepas keluar panti rehab," jelas Bhima, Rabu (18/6/2024).
Soal bansos korban judi online, menurut Bhima kurang tepat jika diberikan kepada para korban judi online.
Selain berpotensi disalahgunakan oleh korban, bansos tersebut lebih baik diberikan kepada masyarakat miskin yang jelas-jelas tak terlibat dalam kegiatan negatif atau kriminal.
"Masih banyak orang miskin yang butuh masuk ke DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial) dibanding para pelaku yang miskin karena judi online."
"Sudah jelas bahwa judi ini tindakan kriminal apa pantas pelakunya diberi bansos? Ini artinya logika pemerintah mau subsidi pelaku judi online pakai uang negara," tegas Bhima.
Lebih lanjut, Bhima sebenarnya mendorong Pemerintah untuk terus maksimal memberantas kegiatan judi online.
Apalagi jumlah korban semakin banyak.
Bahkan sampai ada yang berujung pada konflik keluarga hingga mengarah ke tindakan kriminal seperti kematian.
Hanya saja, harus dipertimbangkan lebih matang lagi terkait dengan perhitungan efisiensi dan resiko dampak lainnya.
"Pemerintah juga jangan lepas tangan soal pencegahan judi online (karena ini) akan terus ada kalau upaya pemberantasan di hulu nya tidak serius," jelas Bhima.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Bambang Ismoyo)