TRIBUNNEWS.COM - Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat ternyata pernah mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut diungkapkan oleh Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho.
Grasi tersebut, kata Sandi, disampaikan ketujuh pidana kepada Presiden Jokowi pada 2019 lalu.
Ketujuh terpidana tersebut diantaranya Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Sudirman.
"Tersangka yang terlibat kasus tersebut, 7 orang tersebut sudah mengajukan grasi kepada presiden pada tanggal 24 Juni 2019," kata Irjen Sandi Nugroho di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).
Dijelaskan Sandi, salah satu pernyataan yang dibuat oleh tujuh terpidana tersebut adalah menyatakan bahwa mereka mengakui kesalahannya.
"Di mana salah satu syaratnya, ketujuh (terpidana) membuat pernyataan, yang slaah satu poinnya adalah dia mengakui kesalahannya dan merasa menyesal atas perbuatan tersebut karena merugikan keluarga korban dan keluarga mereka sendiri," ujarnya.
Meski sudah menyatakan demikian, grasi yang mereka ajukan itu tetap ditolak oleh Presiden Jokowi.
"Itu bagian yang utuh dan grasinya ditolak oleh Presiden," ucapnya.
Menkumham Bakal Cek
Menanggai kabar penolakan grasi tersebut, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut, pihaknya akan mengeceknya berkasnya terlebih dahulu.
"Saya harus cek dulu itu, cek dulu," kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (20/6/2024).
Baca juga: Menkumham Tanggapi Kabar Grasi 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Pernah Ditolak Presiden
Yasonna sendiri mengaku tidak tahu mengenai pengajuan grasi tujuh terpidana tersebut.
Sehingga, ia belum pernah mengecek adanya berkas grasi yang disebutkan.
"Belum cek saya belum cek," katanya.
Apa itu Grasi?
Adapun grasi adalah suatu bentuk pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana.
Grasi diajukan oleh terpidana kepada presiden, sebagaimana diatur pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).
Sebab, grasi merupakan hak prerogatif presiden, yakni hak istimewa yang dimiliki kepala negara mengenai hukum dan undang-undang di luar kekuatan badan-badan perwakilan, tercantum dalam Pasal 14 UUD 1945.
Adapun grasi, diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:
"Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung."
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (2) UU Grasi, Putusan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah selama dua tahun.
Pemberian grasi dapat berupa peringanan atau perubahan jenis pidana, pengurangan jumlah pidana atau penghapusan pelaksanaan pidana.
Grasi adalah hak yang dimiliki narapidana. Oleh karena itu, narapidana dapat mengajukan permohonan grasi maupun tidak.
Demikian pula dengan presiden, dapat mengabulkan maupun menolak grasi setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.
Putusan Pidana yang Dapat Diajukan Grasi
Dilansir dari laman Mahkamah Agung, berikut adalah putusan pemidanaan yang dapat diajukan permohonan grasi:
- Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
- Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
Syarat Pengajuan Grasi
Masih dalam laman yang sama, berikut cara mengajukan permohonan grasi kepada presiden:
- Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada presiden.
- Salinan permohonan grasi disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
- Permohonan grasi dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tempat terpidana menjalani pidana.
- Kepala Lapas menyampaikan permohonan grasi kepada presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, paling lambat 7 hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinannya.
- Dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.
Setelah semua berkas sampai, Mahkamah Agung akan mengirimkan pertimbangan tertulis kepada presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 hari dari tanggal salinan permohonan dan berkas perkara diterima.
(Tribunnews.com/Rifqah/Taufik Ismail)