TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Profesi Apoteker, Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) telah bersurat resmi kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Surat dengan Nomor 83.A.VI.2024 tertanggal 25 Juni 2024 itu juga ditembuskan kepada Presiden RI, Komisi IX DPR RI, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM RI.
Melalui surat tersebut, FIB atas nama Profesi Apoteker Indonesia, menyampaikan tanggapan dan memohon kejelasan terkait Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan.
Dalam surat tersebut, FIB menyampaikan pendapat mengenai penggunaan istilah "Tenaga Kefarmasian" sebagai "Jenis Tenaga Kesehatan" dalam Permenkes tersebut.
Dalam Undang-undang Kesehatan, nomenklatur "Tenaga Kefarmasian" dinyatakan sebagai salah satu "Kelompok Tenaga Kesehatan" dibidang Kefarmasian.
Sedangkan "jenis tenaga kesehatan dalam kelompok tenaga kefarmasian" adalah Apoteker Spesialis, Apoteker dan Tenaga Vokasi Farmasi (TVF).
Baca juga: Kebutuhan Tenaga Apoteker Tinggi, Lulusan Farmasi Diminta Kembali Membangun Daerah
Ketua Presidium FIB Ismail mengatakan penggunaan istilah yang tidak konsisten antara Undang-undang Kesehatan dibandingkan Permenkes tersebut dinilai menimbulkan kebingungan mengenai pihak yang diberikan amanah utama oleh Pemerintah untuk melakukan Pelayanan Kesehatan bidang Kefarmasian di antara tiga jenis Tenaga Kefarmasian.
"Dalam Pasal 212 Undang-undang Kesehatan, praktik profesi hanya diizinkan setelah menyelesaikan pendidikan profesi dan mendapatkan sertifikat profesi," terang Ismail, Senin (1/7/2024).
Berikut adalah poin-poin penting dari tanggapan FIB terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024:
1. FIB menemukan bahwa Profesi Apoteker tidak disebutkan secara gamblang dalam SPM Kesehatan sebagai Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).
2. Nomenklatur jenis tenaga kesehatan yang digunakan dalam SPM Kesehatan adalah "Tenaga Kefarmasian". Padahal, nomenklatur ini adalah istilah untuk Kelompok Tenaga Kesehatan (UU No 17 Tahun 2023 Pasal 199 ayat (1).
3. Penggunaan istilah "Tenaga Kefarmasian" menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian mengenai posisi Profesi Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dipercayai oleh pemerintah untuk memberikan Pelayanan Kesehatan dalam bidang Kefarmasian sesuai dengan Permenkes Nomor 6 Tahun 2024.
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2023 pasal 145 ayat (3) beserta penjelasannya, pasal 212 ayat (2), pasal 285 ayat (1) dan (2), serta pasal 286 ayat (1), (2), dan (3), FIB memiliki pemahaman bahwa Profesi Apoteker adalah pihak yang diberikan kepercayaan utama oleh Negara untuk memberikan Pelayanan Kesehatan dalam bidang Kefarmasian kepada masyarakat.
"FIB memohon kejelasan jika ada kesalahan dalam pemahaman ini," lanjut Ismail.
FIB berharap agar Profesi Apoteker diberikan kesempatan dan kepercayaan oleh Pemerintah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan.
Surat ini merupakan bentuk dukungan FIB kepada Pemerintah terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, sekaligus tanggung jawab FIB sebagai organisasi profesi kepada profesi apoteker di Indonesia.
"Semoga pemerintah segera merespon surat kami dengan memberikan kejelasan mengenai posisi Profesi Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan bidang Kefarmasian," kata Ismali.