TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hacker ransomware Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) meminta maaf kepada pemerintah dan rakyat Indonesia karena sudah meretas pusat data.
“Rabu ini, kami akan merilis semuanya secara gratis. Kami harap serangan kami membuat kalian sadar, pentingnya industri ini dan memiliki spesialis dalam bidangnya yang kompeten,” tulis sang hacker dalam sebuah unggahan, dikutip dari @stealthmole_int, Selasa (2/7/2024).
Sebelumnya, serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional Sementara PDNS 2 pertama kali terdeteksi dua pekan lalu tepatnya pada Senin (17/6/2024).
Insiden ini tidak hanya menyebabkan gangguan layanan, tetapi juga mengunci data milik 282 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang tersimpan di PDNS.
Akibat serangan ini, sebanyak 210 instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, turut terdampak, dengan gangguan terparah terjadi pada pelayanan keimigrasian di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang down kurang lebih selama tujuh hari.
Investigasi yang dilakukan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Cyber Crime Kepolisian RI (Polri), dan KSO Telkomsigma mengungkap bahwa serangan ini bermula dari celah keamanan pada fitur Windows Defender.
Peretas yang diduga Brain Cipher menuntut tebusan sebesar 8 juta dollar AS atau sekitar Rp 131,2 miliar.
Adapun Pemerintah Indonesia tidak akan membayar tebusan sejumlah Rp 131 miliar tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, bahwa Pemerintah tidak akan menebus tuntutan tersebut.
"Pemerintah tidak akan memenuhi tuntutan peretas," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, 24 Juni 2024.
Namun, baru-baru ini kelompok peretas yang dikenal sebagai Brain Cipher mengumumkan niat mereka untuk merilis kunci enkripsi secara gratis untuk membuka akses data Pemerintah Indonesia yang selama ini disandera.
Mereka berjanji merilis kunci enkripsi tersebut pada Rabu, (3/7/2024) sebagaimana diumumkan dalam blog mereka di sebuah situs dark web bernama Ransomware Live.
Dalam postingannya, Brain Cipher menyebutkan bahwa langkah ini diambil untuk menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia membutuhkan penguatan keamanan siber, terutama dalam hal sumber daya manusia yang kompeten.
Kelompok ini menegaskan bahwa serangan mereka tidak bermuatan politik, melainkan semata-mata merupakan aksi ransomware yang bertujuan meminta tebusan.