TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari
Dalam sidang yang digelar pada Rabu (3/7/2024), DKPP menyatakan Hasyim Asy’ari terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) karena melakukan tindakan asusila terhadap seorang perempuan berinisial CAT anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Menanggapi pemecatannya Hasyim Asy'ari merasa bersyukur atas putusan DKPP.
Hasyim memilih tidak datang saat DKPP menggelar sidang putusan etik atas kasus dugaan tindak asusila terhadap anggota PPLN, yang menjeratnya siang tadi.
Dalam sidang yang digelar di kantor DKPP RI, Jakarta, mulai pukul 14.11 WIB, tak terlihat sosok Hasyim di kursi pihak teradu di dalam ruang sidang.
Hasyim memilih mengikuti sidang putusan atas kasus etik dirinya secara daring melalui Zoom.
Sementara, pihak pemohon atau pengadu tampak hadir lengkap dengan seluruh tim kuasa hukumnya, termasuk wanita berparas rupawan yang diduga jadi korban dugaan tindak asusila Hasyim.
Usai pemecatannya, Hasyim langsung menggelar konferensi pers di Kantor KPU RI, Rabu (3/7/2024) Jakarta Hasyim mengucap alhamdulillah atas putusan DKPP itu.
Hasyim bersyukur karena merasa sudah dibebastugaskan dari tugas berat sebagai ketua KPU.
Dalam konferensi pers itu turut mendampingi anggota KPU RI Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Mochammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap.
“Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan saya mengucapkan alhamdulillah dan saya ucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah membebaskan saya dari tugas-tugas berat sebagai anggota KPU yang menyelenggarakan pemilu,” kata Hasyim.
Setelah lolos dari dugaan pelecehan terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni atau yang akrab disapa Wanita Emas, Hasyim Asy’ari akhirnya dinyatakan terbukti melakukan tindak asusia.
Hasyim diadukan oleh seorang perempuan yang merupakan PPLN sebab diduga melakukan tindak dugaan asusila saat proses Pemilu 2024 berlangsung.
Selain itu, Hasyim juga diduga telah menggunakan relasi kuasa untuk mendekati dan menjalin hubungan dengan pengadu.
Terduga korban memberikan kuasa kepada Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK.
Dalam aduan ke DKPP, pihak kuasa hukum juga mendalilkan Hasyim atas penyalahgunaan jabatan dan fasilitas Ketua KPU RI.
Pada sidang perdana yang berlangsung pada 22 Mei lalu, DKPP menghadirkan pihak dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM sebagai ahli.
Sementara pada sidang kedua, komisioner, sekretaris jenderal, dan staf KPU RI hadir untuk dimintai keterangan berkaitan dengan dalil pengadu soal penyalahgunaan jabatan dan fasilitas.
Dalam sidang putusan etik yang digelar oleh DKPP terungkap Hasyim terbukti melakukan hubungan badan dengan panitia pemilihan luar negeri (PPLN).
Kejadian tersebut berlangsung saat Hasyim sedang bertugas sebagai Ketua KPU di Amsterdam, Belanda. Ia mengajak korban, CAT, yang merupakan PPLN Den Hag untuk mendatangi hotel.
Dalam pertemuan di Hotel Van der Valk, Amsterdam, Belanda itu keduanya berbincang sampai akhirnya Hasyim mengajak CAT untuk berhubungan badang. Mulanya korban menolak, namun Hasyim terus memaksa.
Dalam putusan itu juga, DKPP meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaksanakan putusan DKPP paling lambat 7 hari sejak putusan dibacakan.
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan pemerintah menghormati putusan DKPP tersebut.
Sanksi DKPP tersebut kata Ari, akan segera ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai sanksi DKPP tersebut.
Keputusan DKPP tersebut dipastikan tidak mengganggu jadwal Pilkada serentak yang akan digelar pada November mendatang.
Pemerintah kata Ari memastikan Pilkada tetap berlangsung sesuai jadwal.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai putusan DKPP yang memecat Hasyim dari jabatan Ketua KPU RI sepatutnya diapresiasi.
Pasalnya putusan DKPP ini merupakan langkah tegas dan progresif untuk menjaga integritas penyelenggara pemilu, terlebih kasus yang menjerat Hasyim berkenaan dengan tindakan asusila.
Menurut Neni, putusan DKPP ini menjadi alarm atau peringatan bagi penyelenggara pemilu pada semua level, khususnya KPU agar jangan main-main dengan integritas pemilu.
Mengingat KPU selama ini menjadi aktor penting dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan. Sehingga integritas pemilu perlu dijaga agar tidak kian jauh dari moralitas dan etika.(*)