News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tantangan Megawati ke Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti Disebut Bagian dari Pendidikan Politik

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mendampingi staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi ke Bareskrim Polri untuk membuat laporan polisi soal penyitaan hp hingga dokumen oleh penyidik KPK, Kamis (13/6/2024).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tantangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kepada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Rossa Purbo Bekti untuk bertemu harus dipandang sebagai bagian dari kritik sekaligus pendidikan politik yang menjadi salah satu tugas utama setiap partai politik.

Sepert diketahui pernyataan Megawati itu  terkait pemanggilan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP. sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku,

"Mengapa pendidikan politik? Karena apa yang dilakukan oleh oknum Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti diduga merupakan pelanggaran terhadap hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang sangat merugikan hak-hak Hasto dan Kusnadi sebagai warga negara yang sedang menjadi saksi. Sementara KPK sebagai organ negara yang memiliki kewajiban melindungi hak-hak saksi justru telah melanggarnya," kata advokat senior Petrus Selestinus SH yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Salah satu amanat Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, kata Petrus, terhadap partai politik adalah wajib melaksanakan pendidikan politik.

"Di sini Ibu Megawati melaksanakan pendidikan politik bagi semua kader partai, bagi anggota partainya dan bagi penyidik KPK tentang bagaimana seharusnya hak dan kewajiban setiap warga negara sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, dilindungi oleh organ-organ negara dalam kehidupan nyata sehari-hari," cetus Petrus yang juga kuasa hukum Kusnadi, ajudan Hasto yang juga ikut diperiksa KPK bersama tuannya itu di KPK, Senin (10/6/2024) lalu.

Baca juga: Ini Sosok Penyidik KPK yang Bikin Kesal Megawati: Suruh Rossa Hadapi Aku

Kerena itu, tegas Petrus, ketika kader parpol mendapat perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum maka sikap Megawati mengkritik keras bahkan menantang KPK adalah bagian dari pendidikan politik untuk menyadarkan penyidik KPK dan siapa saja tentang betapa pentingnya melindungi hak-hak hukum setiap orang yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU.

"Sikap Ibu Megawati terkorelasi dengan kondisi keterpurukan KPK akibat perilaku menyimpang sejumlah oknum penyidiknya dalam penanganan kasus korupsi tertentu yang sarat pesanan politik dan tidak untuk kepetingan penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi," tukasnya.

Bergeser dari Kondisi Ideal

Petrus menilai realitas kondisi KPK terpuruk inilah yang tidak diinginkan Ibu Megawati sebagai tokoh reformis yang melahirkan KPK dengan segala kedigdayaan dan kewibawaanya.

"Karena itu, ketika melihat kondisi KPK bergeser jauh dari kondisi idealnya, menjadi lumpuh layu tak berdaya menghadapi intervensi politik dari pihak eksternal, maka menjadi tanggung jawab moral dan hukum bagi Ibu Megawati untuk melakukan koreksi dan mengingatkan kepada semua pihak," papar Petrus yang juga Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara.

KPK terpuruk dan kehilangan senjata pamungkasnya yaitu independensinya, lanjut Petrus, karena direnggut secara politik melalui perubahan UU yaitu UU No 19 Tahun 2019 yang mengubah UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, dengan membuka lebar-lebar pintu masuk bagi pihak eksternal mengintervensi penyelidik, penyidik dan penuntut umum KPK, sehingga tugas dan fungsi koordinasi, supervisi dan monitoring KPK terhadap penegak hukum lainnya lumpuh secara serius.

"Penanganan kasus dugaan korupsi Harun Masiku menjadi contoh buruk kinerja KPK di akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi, karena dalam ketidakberdayaan menghadapi intervensi dan politisasi untuk kasus-kasus tertentu, KPK harus memanggil Hasto sebagai saksi bahkan akan mencekalnya. Padahal kasus dugaan korupsi Harun Masiku sudah mandeg selama empat tahun, di mana KPK hanya beretorika tentang keberadaan Harun Masiku lantas mendadak menjadi prioritas untuk ditangani, ada apakah ini?" tanyanya masygul.

Menurut Petrus, perilaku AKBP Rossa Purbo Bekti dkk ketika memeriksa saksi Hasto, kemudian melebar secara liar dan menyasar ke Kusnadi dengan beberapa perilaku yang tidak pantas terhadap keduanya, diduga sebagai tindakan yang melanggar hukum, tidak profesional dan sewenang-wenang.

Pendidikan Politik Parpol

Menyikapi kondisi faktual KPK yang lumpuh layu selama Jokowi jadi Presiden dan bergeser terlalu jauh dari fungsi idealnya, kata Petrus, sangat beralasan ketika Megawati meresponsnya dengan kritik keras terkait pemeriksaan terhadap Hasto, karena nampak nyata sebagai bagian dari politisasi hukum.

Diketahui, Megawati menantang Hasto untuk berani menghadapi pemeriksaan di KPK saat menyampaikan pidato politik di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2024), dan
bertanya kepada Hasto terkait siapa penyidik KPK yang memanggilnya.

Hasto kemudian menjawab AKBP Rossa Purbo Bekti dan Megawati pun meminta agar wartwan menulis nama penyidik yang asalnya dari Polri itu, karena beberapa penyidik KPK menjadikan dirinya sebagai kepanjangan tangan pihak eksternal, dan ini merupakan sumbangsih terbesar dalam memperlemah KPK, sehingga KPK harus diselamatkan untuk kembali pada jati diri sesungguhnya.

Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung St Burhanuddin, dinilai Petrus harus bertanggung jawab mengembalikan KPK pada jati diri yang sesunguhnya dengan membuka diri untuk tugas supervisi, koordinasi dan monitoring dari KPK, serta menghentikan intervensi pada tingkat penyidik di KPK sebagaimana telah diungkap Pimpinan KPK.

"Khusus dalam kasus Harun Masiku, KPK wajib menyerahkan penyidikan kasus itu kepada Polri atau Kejaksaan sesuai amanat Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK agar KPK tidak terganggu dengan tugas-tugas yang melanggar hukum," pintanya.

Pimpinan KPK Ungkap Fakta

Tindakan Rossa dkk, masih kata Petrus, berdampak pada munculnya kegaduhan politik yang cukup serius, sehingga Wakil Ketua KPK Alex Marwata harus buka kartu sembari meminta kepada tim Penyidik AKBP Rossa Purbo Bekti dkk untuk tidak bekerja berdasarkan arahan pihak eksternal dalam
pemeriksaan saksi Hasto dan Kusnadi.

"Soal arahan pihak eksternal ini kemudian diulang lagi oleh Pimpinan KPK dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Pimpinan KPK tanggal 1 Juli 2024, di mana Pimpinan KPK secara terbuka mengakui kegagalan KPK memberantas korupsi selama delapan tahun ini, antara lain karena adanya ego sektoral Pimpinan Polri dan Kejaksaan yang menutup diri dari tugas KPK untuk koordinasi dan supervisi serta adanya intervensi eksternal langsung kepada penyidik KPK terkait penanganan kasus korupsi tertentu," urainya.

"Dari fakta-fakta di mana KPK selama era Jokowi menjadi Presiden ternyata diperlemah dengan berbagai cara, maka ketika Hasto Kristiyanto menjadi target untuk dibidik kekuasaan menjelang berakhirnya masa jabatan Jokowi pada 20 Oktober 2024, melalui tangan Polri dan oknum penyidik KPK, tentu hal itu sangat muda terjadi karena infrastruktur untuk politisasi kasus-kasus tertentu sudah cukup tersedia, tinggal kapan mau digunakan," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini