TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyeret eks menterinya, Syahrul Yasin Limpo (SYL) akan memasuki babak akhir.
Vonis atau putusan Majelis Hakim telah dijadwalkan pada Kamis (11/7/2024).
Namun sebelum itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memberikan kesempatan untuk kubu SYL melayangkan pembelaan terakhirnya dalam bentuk duplik.
Duplik sendiri merupakan tanggapan pihak terdakwa atas replik dari jaksa penuntut umum (JPU).
Kubu SYL diberikan kesempatan untuk membacakan duplik hari ini, Selasa (9/7/2024), selang sehari dari pembacaan replik JPU KPK, Senin (8/7/2024) kemarin.
Meski hanya berselang sehari, tim penasihat hukum SYL mengaku sudah siap.
"Kami sudah mempersiapkan duplik kami, menaggapi replik JPU," ujar penasihat hukum SYL, Djamalluddin Koedoeboen saat dihubungi, Selasa (9/7/2024) pagi.
Di dalam dupliknya nanti, tim penasihat hukum akan menekankan beberapa poin terkait replik jaksa KPK.
"Menyoroti khusus beberapa point. Namun blm dapat kami sampaikan, karena dupliknya sendiri belum kami bacakan di hadapan persidangan yang mulia," kata Koedoeboen.
Baca juga: Tak Mau Cari Sensasi, Jaksa KPK Enggan Bongkar Chat Perselingkuhan SYL
Adapun dalam repliknya, jaksa KPK sebelumnya meminta agar Majelis Hakim memvonis SYL sesuai dengan tuntutan 12 tahun penjara.
Selain 12 tahun penjara, SYL juga telah dituntut untuk membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan dan uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
"Kami penuntut umum memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana surat tuntutan pidana penuntut umum yang telah dibacakan pada Jumat 28 Juni 2024," ujar jaksa penuntut umum di dalam persidangan Senin (8/7/2024).
Kemudian jaksa juga meminta agar Majelis Hakim menolak pleidoi atau nota pebelaan SYL beserta tim penasihat hukumnya.
"Kami penuntut umum bersikap tetap pada surat tuntutan pidana yang telah dibacakan pada tanggal 28 Juni 2024 dan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hkumnya harus dinyatakan ditolak atau setidak tidaknya dikesampingkan," katanya.