News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembatasan BBM Bersubsidi

Menteri ESDM: Tak Ada Pembatasan BBM Subsidi pada 17 Agustus 2024

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif ketika ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (4/6/2024).

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan tidak ada rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 17 Agustus 2024.

Arifin menjelaskan sampai saat ini belum ada perubahan kebijakan terkait penyaluran BBM subsidi.

"Enggak, enggak ada batas-batas di 17 Agustus," kata Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Saat ini, pemerintah pun masih memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Revisi beleid itu pun, lanjut Arifin, masih dalam pembahasan di antara tiga menteri yaitu Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.

Nantinya, skema pembatasan akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri (Permen) termasuk terkait jenis kendaraan yang bisa menggunakan BBM subsidi.

"Nanti kita ajuin melalui Permen, kan memang harus tepat sasaran, mana yang memang bisa, kendaraannya jenis apa," ucap Arifin.

Dalam mendorong penyaluran BBM subsidi tepat sasaran itu, pemerintah harus mempertajam data para pengguna.

Oleh sebab itu, sampai saat ini pemerintah masih  melakukan pendataan pada sistem Pertamina.

"Semuanya harus terdaftar, datanya lagi disiapin untuk bisa dipertajam lagi," jelas Arifin.

Seperti diketahui, sebelumnya wacana pembatasan BBM subsidi ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca juga: Mentahkan Pernyataan Luhut, Menteri Airlangga Tegaskan Tidak Ada Pembatasan Pembelian BBM Subsidi

Pembatasan ini, kata Luhut, dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.

"Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ucap Luhut, Rabu (10/7/2024).

Menurut Luhut, dengan pembatasan tersebut, pemerintah dapat melakukan penghematan dalam APBN 2024.

Selain itu, Luhut menjelaskan pemerintah juga berencana melakukan pengalihan penggunaan BBM ke Bioetanol.

Pemerintah, jelas Luhut, mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.

Bioetanol merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses ferementasi bahan-bahan organik, terutama tumbuhan dengan kandungan karbohidrat tinggi.

"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," jelas Luhut.

Baca juga: Sebut Ucapan Luhut dan Sri Mulyani Tak Sesuai, Anggota DPR Tanggapi Wacana Pembatasan Subsidi BBM

Saat ini, pengembangan bioetanol sedang dilakukan Pertamina.

Luhut menjelaskan, setidaknya kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm.

Sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm.

Jika penggunaan BBM bisa ditekan dan diganti dengan bioetanol, maka kualitas udara semakin baik.

Tentunya hal ini akan berdampak pada kesehatan manusia.

Dengan demikian, bisa menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), alih alih hanya  untuk menghemat anggaran negara untuk penyakit pernapasan hingga Rp 38 triliun.

Belum Goal

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan rencana pembatasan ini masih perlu dirapatkan kembali.

Pihaknya pun menjelaskan bahwa wacana ini belum pasti akan diberlakukan pada 17 Agustus 2024 mendatang.

“Kita akan rapatkan lagi, belum (pasti diterapkan pada 17 Agustus 2024)."

"Belum goal, kita kan mesti rapat, dirapat koordinasi kan dulu,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (10/7/2024).

Airlangga menjelaskan, perlu adanya perhitungan lebih detail terkait dengan kebijakan ini.

"Tentu ada perhitungan daripada konsekuensi fiskal juga ada," jelas Airlangga.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Dennis Destryawan)(Kompas.com/Yohana Artha Uly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini