Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode 2017-2019 menyeret dua Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara sebagai terdakwa.
Keduanya adalah Nur Setiawan Sidik, menjabat pada tahun 2016 sampai Juli 2017 dan Amana Gappa, menjabat pada Juli 2017 sampai Juli 2018.
Mereka duduk di kursi pesakitan bersama dua terdakwa lain dari pihak swasta yakni Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan dan Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
Dakwaan terhadap keempatnya dibacakan jaksa penuntut umum pada Jampidsus Kejaksaan Agung dalam persidangan Rabu (17/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain mereka berempat, dalam perkara ini juga terdapat tiga terdakwa yang berkasnya terpisah (splitzing).
Mereka di antaranya mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan; mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Halim Hartono; dan mantan Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Rieki Meidi Yuwana.
Baca juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Jaksa: BPK Kecipratan Rp 10,25 Miliar
Di dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menilai para terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan pihak-pihak lain.
"Perbuatan tersebut telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," kata jaksa penuntut umum di dalam persidangan.
Pihak perorangan yang diperkaya, di antaranya ialah para terdakwa sendiri dengan rincian sebagai berikut:
- Akhmad Afif Setiawan sebesar Rp 10.596.000.000 (sepuluh miliar lima ratus sembilan puluh enam juta rupiah);
- Nur Setiawan Sidik sebesar Rp 3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah);
- Amanna Gappa sebesar Rp 3.292.180.000 (tiga miliar dua ratus sembilan puluh dua juta seratus delapan puluh ribu rupiah);
- Rieki Meidi Yuwana sebesar Rp 1.035.100.000 (satu milar tiga puluh lima juta seratus ribu rupiah);
- Halim Hartono sebesar Rp 28.134.867.600 (dua puluh delapan miliar seratus tiga puluh empat juta delapan ratus enam puluh tujuh ribu enam ratus rupiah);
- Arista Gunawan dan/ atau PT Dardela Yasa Guna sebesar Rp 12.336.333.490 (dua belas miliar tiga ratus tiga puluh enam juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu empat ratus sembilan puluh rupiah); dan
- Freddy Gondowardojo dan/ atau PT Tiga Putra Mandiri Jaya sebesar Rp 64.297.135.394 (enam puluh empat miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta seratus tiga puluh lima ribu tiga ratus sembilan puluh empat rupiah).
Selain para terdakwa, hasil tindak pidana juga disebut jaksa mengalir ke mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono.
Baca juga: Pecah Proyek Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, 3 Pejabat Kemenhub Didakwa Rugikan Negara Rp 1,15 T
Di dalam dakwaan, terungkap bahwa eks pejabat Eselon I Kemenhub itu mendapat Rp 1,4 miliar.
"Prasetyo Boeditjahjono sebesar Rp 1.400.000.000,00 (satu miliar empat ratus juta rupiah) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," kata jaksa.
Sedangkan dari pihak korporasi, para terdakwa dinilai jaksa telah memperkaya mereka hingga Rp 1.032.496.236.838,00 (satu triliun tiga puluh dua miliar empat ratus sembilan puluh enam miliar dua ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh delapan rupiah).