TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal menjadikan majelis sebagai salah satu sarana bagi pihaknya untuk mengedukasi masyarakat ihwal bahaya judi online (judol).
“Kami punya jutaan santri di Indonesia, jutaan pelajar di Indonesia, kami punya jutaan jamaah di Indonesia yang tergabung di dalam pendidikan yang bersifat formal, maupun tidak formal, majelis majelis ta’lim dan semuanya,” kata Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar dalam jumpa pers usai bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: Menkominfo Sebut Judi Online Scam: Masa 50 Ribu Bisa Jadi 1 Miliar?
“Itu semuanya nanti kita harapkan akan bisa dijadikan tempat untuk edukasi masyarakat tentang bahayanya judi online ini,” sambungnya.
Anwar juga mengatakan pemberantasan judol merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Sehingga pihaknya juga bakal membersamai Kominfo dalam langkah-langkanya memberantas judol.
Langka selanjutnya, MUI bakal mengundang Budi Arie beserta pejabat pemerintah terkait untuk datang membahas hal-hal konkret yang bakal dilakukan dalam pemberantasan judol.
Baca juga: Bikin Jokowi & Kapolri Kaget, Misteri Sosok Berinisial T yang Disebut Pengendali Bisnis Judi Online
“Ke depan kami bakal mengundang bapak menteri dan beberapa pejabat ke kantor Majelis Ulama Indonesia untuk membahas langkah-langkah konkret apa yang seharusnya dilakukan,” jelasnya.
Sosiolog Universitas Nasional, Nia Elvia mengatakan peran ulama dalam pencegahan dan pemberantasan judi online dianggap sangat penting. Penguatan nilai-nilai agama di masyarakat diyakini bisa meredam penyebaran judi online.
"Dengan adanya fenomena maraknya judi online, saya kira peran ulama kita perlu ditingkatkan. Nilai atau norma agama ini amat penting dalam masyarakat, untuk menjadi panduan dalam berperilaku,"kata Nia Elvia.
Nia mengatakan, kasus judi online erat kaitannya dengan usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Di sini butuh peran pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
"Dari beberapa hasil riset, angka pengangguran di Indonesia meningkat sejak pandemi hingga saat ini dan lapangan pekerjaan amat minim. Sehingga, seharusnya pemerintah untuk mengeliminir judi online, dengan menyediakan lapangan pekerjaan," kata Nia.
Nia meyakini jika tersedia kesempatan, masyarakat akan lebih memilih berkerja dengan gaji yang pasti, daripada mengikuti judi online yang amat beresiko. Secara sosial, judi online tidak dianggap sebagai pekerjaan prestisius.
"Para pelaku judi online dianggap masyarakat sebagai orang yang mempunyai perilaku menyimpang atau melanggar norma agama dan sosial,"ujar Nia.(Tribun Network/mar/wly)