News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Henry Indraguna Soroti Aksi Demonstrasi Berujung Kekerasan: Justru Membuat Publik Apatis

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Politisi Golkar Henry Indraguna. Ia menyoroti aksi demonstrasi 10 tahun kepemimpinan Jokowi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang sempat berakhir ricuh.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Golkar sekaligus praktisi hukum Henry Indraguna menyoroti aksi demonstrasi 10 tahun kepemimpinan Jokowi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang sempat berakhir ricuh.

Ia menilai, sebaiknya model aksi demontrasi kekerasan tidak boleh lagi dipertunjukkan ke hadapan publik.

"Aksi demontrasi yang mempertunjukkan kekerasan bukan solusi terbaik untuk memecahkan persoalan bangsa dan tantangan ke depan yang lebih rumit dan kompleks," ujarnya di Jakarta, Sabtu (27/7/2024).

Henry mengingatkan bahwa model aksi kekerasan justru tidak mendapatkan simpati maupun empati masyarakat.

"Kericuhan yang dibuat massa aksi semakin membuat masyarakat apatis terhadap aksi mereka. Bahkan, masyarakat yang terkena dampak residu dari aksi tersebut malah balik mencemoohnya," ungkap Henry.

Pengacara ini juga meminta para mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI tidak terjebak pada permainan elit politik.

Apalagi, kata dia, aliansi mahasiswa ini dalam mengkritik kinerja Presiden Jokowi tanpa didasarkan pertimbangan objektivitas.

"Menilai kinerja Presiden Jokowi itu jangan sepotong-sepotong harus satu kesatuan komprehensif. Dengan begitu akan melahirkan penilaian kritis, objektif, konstruktif, dan solutif," tegas Henry.

"Dunia mengakui keberhasilan Jokowi memimpin Indonesia dan memberikan dampak kepada Indonesia sebagai negara yang disegani dengan bargaining yang tinggi di negara kawasan maupun global," beber Henry.

Seperti diberitakan, demonstrasi massa Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berlangsung pada Senin malam, 22 Juli 2024.

Dalam aksi unjuk rasa mengkritik 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, Polri mengerahkan 1.231 personel gabungan.

Personel gabungan tersebut terdiri dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.

Polisi sempat mengimbau agar massa aksi membubarkan diri pada pukul 18.00 WIB. Namun, mereka tetap bertahan. Imbauan itu diserukan polisi sebanyak tiga kali.

Kemudian polisi menembakkan water cannon ke arah massa aksi. Tak hanya itu, polisi bermotor berboncengan dengan membawa pelontar gas air mata tampak menyisir jalanan di kawasan Patung Kuda untuk mengejar dan membubarkan massa.

Massa aksi terlihat meninggalkan beberapa tulisan berwarna merah di separator beton di Jalan Medan Merdeka Barat. Tulisan itu di antaranya berbunyi 'Polisi malas mengayomi'.

Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Herianto mengaku sempat ditendang oleh polisi saat pembubaran aksi unjuk rasa di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2024) malam.

Akibatnya, Herianto kini dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat.

“Diinfus karena kelelahan dan perut kram sempat ditendang pas bentrok sama polisi tadi malam,” tutur Herianto saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (23/7/2024).

Bukan hanya Herianto, sedikitnya, tiga mahasiswa peserta aksi lain yang juga dirawat di rumah sakit akibat bentrok dengan polisi.

Sumber: Warta Kota

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini