Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan bahwa Indonesia gagal bangun limitasi atur kekuasaan presiden.
Mulanya Zainal menerangkan godaan otoritarianisme pada sistem presidensial cukup tinggi.
"Godaan otoritarianisme (Sistem Presidensial) memang tinggi itu tidak bisa terhindarkan. Bukan hanya di Indonesia," kata Zainal dalam diskusi daring, Senin (29/7/2024).
Menurutnya, hampir semua negara yang menerapkan sistem presidensial dengan catatan tertentu membuat pembengkakan kuasa presiden. Aksesnya terhadap kekuasaan menjadi banyak sekali.
Baca juga: Rangkuman Kegiatan Presiden Jokowi pada Hari Pertama Berkantor di IKN
Dia menjelaskan, penemu sistem presidensial Hamilton, mengemukakan sejatinya presiden merupakan seorang raja.
"Ini kan raja sebenarnya presiden, sebenarnya adalah raja, yang kita batasi waktunya secara konstitusional. Jadi harusnya memang dia kuasanya banyak, tapi harus dilimitasi," terangnya.
Menurutnya limitasi itu dalam segi waktu dan tidak boleh menggunakan kekuasaannya pada saat tertentu.
Atas hal itu, ia mengatakan bahwa Indonesia gagal membangun limitasi untuk Presiden Jokowi.
"Saya kira kita gagal membangun limitasi yang memadai untuk Presiden Jokowi. Sebenarnya bukan hanya Presiden Jokowi, tapi presiden-presiden sebelumnya juga," kata Zainal.
"Kita gagal membangun imitasi yang memadai. Parahnya ternyata Jokowi melipatgandakan itu," terangnya.
Hal itu kata Zainal karena Presiden Jokowi punya keinginan politik dinasti, serta otokrasi dipakai untuk menguatkan politik dinasti.
"Sedangkan pada saat yang sama pada sisi ekonomi dia betul-betul pro terhadap oligarki. Itu tidak terjadi sebanyak dua presiden sebelumnya," tegasnya.
Keterangan foto: Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi daring.