Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung siap mengimplementasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan berlaku mulai 2026.
Persiapan dilakukan, mengingat Kejaksaan merupakan lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan penuh dalam hal penuntutan.
Sebagai pengendali proses penuntutan, Kejaksaan memiliki kewenangan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.
“Banyaknya kewenangan baru bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa dalam mengimplementasikan KUHP Nasional juga perlu mendapat perhatian, terlebih sebagai pemegang asas dominus litis tentunya akan memiliki peranan besar dalam menentukan arah penegakan hukum,” ujar Jaksa Agung, Burhanuddin saat memberikan sambutan dalam acara Launching Blue Print Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045 di Hotel The Westin Kuningan, Jakarta pada Kamis (1/8/2024).
Untuk mempersiapkan pemberlakuan KUHP Nasional, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) menyiapkan Blue Print Transformasi Penuntutan.
"Secara khusus saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum beserta jajaran yang dengan cepat dan sigap merespons Perintah Harian Jaksa Agung yang diucapkan pada Upacara Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2024 untuk mempersiapkan arah dan kebijakan institusi Kejaksaan dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045,” ujar Burhanuddin.
Baca juga: Kasus Korupsi Tower BTS 4G, Kejagung Jebloskan Eks Menkominfo Johnny G Plate ke Lapas Salemba
Dari Jampidum juga sudah menyiapkan pedoman-pedoman bagi jajarannya untuk persiapan implementasi KUHP baru.
Di antaranya ada pedoman untuk menangani pidana sosial yang merupakan hal baru di dalam KUHP Nasional dan tidak tercantum di dalam KUHP lama.
"Khusus di Kejaksaan, di pidana umum, kami sudah menyiapkan pedoman tentang pidana pengawasan dan tindak sosial versi jaksa," kata Jampidum, Asep Nana Mulyana dalam konferensi pers usai acara Launching Blue Print Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai informasi, pidana kerja sosial memang termaktub di dalam Pasal 85 ayat (1) KUHP Nasional yang berbunyi:
Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Dalam hal ini, jaksa turut menjadi pengawas dalam pelaksanaannya, sebagaimana tertera di Pasal 85 ayat (8):
Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
Untuk itulah, Jampidum menyusun pedoman teknis terkait pelaksanaan pidana kerja sosial tersebut.
"Jadi kami sudah siapkan kepada jaksa bagaimana kalau ada masyarakat atau terpidana atau terdakwa yang dituntut ataupun diputus dengan pidana sosial. Bentuknya seperti apa, tuntutannya seperti apa, dan hal-hal teknisnya, bagaimana pelaksanaannya," ujar Asep.