TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto mengatakan pihaknya siap berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pengusutan kasus dugaan kasus demurrage impor beras.
Tujuannya agar tata kelola pengadaan pangan dapat menjadi lebih baik.
"Tentunya kami bersyukur karena tugas SDR sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menjadi korban utama korupsi," ujarnya pada Minggu (4/8/2024).
Sebelumnya, SDR melaporkan Perum Bulog dan Bapanas ke KPK pada Rabu (3/7/2024), atas dugaan penggelembungan atau mark up harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di pelabuhan.
Ia pun mengatakan laporan dugaan pelanggaran hukum kepada KPK tersebut dilakukan karena beras merupakan urusan hajat hidup orang banyak dan pengadaan pangan sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
"Kehadiran SDR dengan pelaporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Perum Bulog terkait beras impor serta demurrage sebagai pihak yang memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa yang lain," ujarnya.
Meski begitu, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Baca juga: Eks Komisioner KPK: Persoalan Beras Menyangkut Hajat Hidup Rakyat
Terpisah, akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Agus Prihartono mengatakan penyelesaian kasus demurrage impor beras dapat memberikan keadilan nyata bagi masyarakat.
Agus mengatakan kinerja aparat hukum dalam penyelesaian kasus ini juga dapat memberikan keseimbangan politik dan ekonomi, karena dampak dari kepastian hukum bisa menstabilkan pasokan dan pergerakan harga beras.
"Jadi aparat penegak hukum bukan hanya berfungsi untuk mencari fakta hukum saja tetapi juga untuk mencari keseimbangan politik dan ekonomi," ujarnya.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.
Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sebelumnya telah melaporkan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) ke KPK, pada Rabu, 3 Juli 2024, terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dengan potensi kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.
“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up,” kata Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto saat ditemui awak media usai membuat laporan di kantor KPK.
Baca juga: Ungkap Sosok yang Bikin Semangat Investigasi Kasus Vina, Dedi Mulyadi : Saya sedang Jalankan Amanat
Hari menuturkan, pihaknya mendapatkan data penawaran dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group yang menawarkan 100.000 ton beras dengan harga 538 dollar Amerika Serikat (AS) per ton dengan skema free on board (FOB) dan 573 dollar AS per ton dengan skema cost, insurance, and freight (CIF).
Dalam skema FOB, biaya pengiriman dan asuransi menjadi tanggungan importir.
Sementara, dalam CIF biaya pengiriman hingga bongkar muat kargo ditanggung eksportir.
“Tan Long Group, itu yang kami juga (masukkan dalam laporan) sebagai salah satu aktor yang ikut ambil bagian dalam impor beras selama periode Januari sampai bulan Mei ini,” ujar Hari.
Hari lantas menyampaikan data pembanding yang menyebutkan biaya yang digelontorkan negara untuk impor beras itu lebih besar dari harga yang ditawarkan perusahaan di luar negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2024 pemerintah mengimpor 567,22 ribu ton beras dengan nilai 371,60 juta dolar AS.
Dari data itu didapatkan angka harga rata-rata impor beras oleh Bulog senilai 655 dollar AS per ton.
Jika disandingkan dengan harga impor beras dengan skema FOB yakni, 573 dollar AS per ton didapatkan selisih kemahalan harga 82 dollar AS per ton.
Angka tersebut dikalikan nilai 2,2 juta ton dan ditemukan total selisih kemahalan harga sekitar 180,4 juta dollar AS.
“Jika menggunakan kurs Rp 15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp 2,7 triliun," tutur Hari.
Selain itu, pihaknya juga menduga Bapanas dan Bulog merugikan negara karena harus membayar denda kepada pelabuhan senilai Rp 294,5 miliar. Kerugian itu timbul karena 490.000 ton beras yang diimpor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya tertahan pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.
Berdasarkan informasi yang diterima, beras itu terlambat dibongkar karena Bapanas mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas dalam mengirim beras impor.
“Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer," tutur Hari.
Baca juga: 10 Pihak Disebut Terima Aliran Duit Korupsi Timah, Harvey Moeis dan Helena Lim Kecipratan Rp 420 M
Terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, pihaknya tidak bisa menyampaikan kepada publik terkait laporan dugaan korupsi yang diterima. Identitas pelapor dan materi yang diadukan termasuk dalam informasi yang dirahasiakan.
“Bila pelapor yang membuka ke Jurnalis, itu di luar kewenangan KPK,” ujar Tessa.
Sebagian atikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Usut Kasus Demurrage Impor Beras, Lembaga Studi Demokrasi Rakyat Siap Koordinasi dengan KPK dan di Kompas.com dengan judul "Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan "Mark Up" Impor Beras Rp 2,7 Triliun"