TRIBUNNEWS.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan telah resmi ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada Jumat (26/7/2024) lalu.
Namun hingga kini masih ada beberapa pasal dalam PP Kesehatan ini yang memicu kontroversi di tengah publik.
Di antaranya pasal terkait larangan penjualan rokok eceran hingga aturan penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa.
Berikut kontroversi dari pasal yang ada di PP Kesehatan yang telah dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber:
1. Larang Jual Rokok Eceran
Salah satu pasal yang tertuang dalam PP tersebut adalah pelarangan warga untuk menjual rokok secara eceran per batang.
Namun, penjualan secara eceran masih diperbolehkan untuk cerutu dan rokok elektronik.
Adapun aturan tersebut tercantum dalam Pasal 434 ayat 1 poin c yang berbunyi:
Pasal 434
(1) Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik:
a. Menggunakan mesin layan diri;
b. kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil;
c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;
Tak cuma mengatur penjualan, tertuang pula pasal di mana penjual dilarang menempatkan rokok atau produk tembakau lainnya di tempat yang kerap dilalui warga.
Selain itu, penjual dilarang menjual rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Adapun dua aturan di atas tertuang dalam Pasal 434 ayat 1 poin d dan e.
Baca juga: Bebani Sektor Ultra Mikro, AKRINDO Sebut PP Kesehatan Bikin Pelaku Usaha Sulit Bertahan
Diprotes APARSI
Larangan penjualan rokok eceran ini pun menuai protes dari Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) yang mewakili para pelaku usaha pasar rakyat.
Penolakan ini lantaran sejumlah pasal terkait pelarangan penjualan produk tembakau dinilai akan mengancam keberlangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum APARSI, Suhendro mengungkap salah satu pasal yang ditolak adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain, serta larangan menjual rokok secara eceran.
Aturan ini dinilai masih terlalu rancu untuk diberlakukan.
“Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau,” kata Suhendro dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).
Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya.
Ia memperkirakan omzet pedagang pasar bisa turun 20-30 persen, bahkan juga mengancam tutupnya usaha karena komoditas produk tembakau jadi penyumbang terbesarnya.
“Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20-30 persen, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha,” katanya.
Baca juga: Dikritik DPR, Begini Kata Kemenkes soal PP yang Atur Penyediaan Kontrasepsi Pelajar
2. Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Siswa
Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja menjadi salah satu poin di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi.
Adapun penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja merupakan bagian upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup.
Penjelasan lebih lanjut mengenai kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja diatur di dalam Pasal 103 Ayat (1) PP Nomor 28.
Berdasarkan ayat tersebut disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Selanjutnya, penjelasan mengenai bentuk pelayanan kesehatan sistem reproduksi bagi usia sekolah dan remaja diatur di dalam Pasal 103 Ayat (4).
Berdasarkan ayat tersebut, salah satu bentuk pelayanan kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja adalah dengan menyediakan alat kontrasepsi. Hal ini tertuang di dalam Pasal 103 Ayat (4) huruf e.
Selain penyediaan alat kontrasepsi, deteksi dini hingga konseling juga menjadi bagian dari bentuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi usia sekolah dan remaja.
Berikut bunyi Pasal 103 Ayat (4) huruf e PP Nomor 28 Tahun 2024:
"(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit meliputi: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) pengobatan; (c) rehabilitasi; (d) konseling; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi," demikian bunyi Pasal 103 Ayat (4) huruf e PP Nomor 28 Tahun 2024.
Sementara bentuk pelayanan konseling bagi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf d harus memperhatikan sejumlah hal.
Antara lain, memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.
Baca juga: Gapero Berharap Pemerintah Bisa Memitigasi Dampak Aturan Tembakau di PP Kesehatan
Dikritik DPR
Menurut Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar dalam derajat tertentu bisa dimaknai sebagai “lampu hijau” dari negara untuk terjadinya pergaulan bebas di kalangan peserta didik.
“Kami menilai pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar sebagai bentuk kebijakan yang sama sekali tidak bijak. Dengan menyediakan alat kontrasepsi seakan memberikan restu bagi pelajar kita untuk berhubungan bebas. Padahal di satu sisi kita ingin sebisa mungkin mencegah terjadinya hubungan seks di luar nikah bagi pelajar kita,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Senin (5/8/2024).
Huda memahami PP 28/2024 terutama pada pasal 103 tentang kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja bertujuan untuk melindungi pelajar dari tindakan yang bisa menghancurkan masa depan mereka.
Dalam pasal tersebut disebutkan upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
“Hanya saja agak menganjal saat dalam poin pelayanan kesehatan reproduksi salah satunya dalam ada penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar,” katanya.
Huda mempertanyakan kualifikasi atau persyaratan tentang pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar ini.
Kapan waktu diberikan, dalam kondisi apa, atau siapa yang berhak memberikan alat kontrasepsi ini.
“Jadi ini pemerintah perlu menjelaskan kepada publik terkait urgensi penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar beserta teknis bagaimana pemberian alat kontrasepsi tersebut. Kami khawatir terjadi penyalahgunaan yang malah mendorong para pelajar untuk terjebak dalam hubungan bebas,” katanya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Hasanudin Aco/Danang Triatmojo/Anita K Wardhani)