Dalam rancangan peta jalan tersebut, minyak jelantah menjadi bahan baku potensial yang dapat digunakan dalam implementasi peta jalan tersebut.
Luhut telah memberikan arahan konkrit agar hilirisasi minyak jelantah dapat lebih diperhatikan, mengingat selama ini minyak jelantah lebih banyak diekspor dan tidak menguntungkan bagi industri-industri biofuel dan SAF dalam negeri.
Naskah akademik hasil kajian Traction Energy Asia dan tim peneliti Pusat Kajian Hukum Lingkungan dan Keadilan Iklim Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini akan menjadi rekomendasi bagi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi merampungkan Peta Jalan Nasional Pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar nabati untuk aviasi di Indonesia.
Hadir sebagai pemantik diskusi adalah Sora Lokita, Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim & Kawasan Perbatasan Kemenko Maritim & Investasi serta Andri Gunawan Wibisana, Direktur Pusat Kajian yang juga merupakan Guru Besar FHUI.
Naskah akademik yang telah disusun oleh Traction Energy Asia bersama pusat kajian sejak 2023, didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Traction Energy Asia pada tahun 2022.
Baca juga: Minyak Jelantah Laku Diekspor, AEMJI Bidik Kenaikan Pengumpulan Hingga 20 Persen dari SIMIJEL
Dalam studi tersebut, ditemukan ada potensi minyak jelantah yang ditemukan di 5 kota besar Jawa dan Bali, di antaranya 34.164,84 kiloliter/tahun di sektor rumah tangga dan 18.115,68 kiloliter/tahun di sektor usaha mikro.
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa, 71,88 persen rumah tangga dan 58,08% pegiat usaha mikro menyetujui adanya pengumpulan minyak jelantah.
Sehingga selain potensi bahan baku, minyak jelantah juga berpotensi memberi keuntungan ekonomi.
Kegiatan ini ditutup dengan penyerahan naskah akademik secara simbolis kepada Kemenko Marves, yang diwakili oleh Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan, Sora Lokita.