TRIBUNNEWS.COM - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi berkomentar terkait pemanggilan lagi oleh Mabes TNI AD kepada Yohanes Ande Kala atau Joni (19) untuk mengikuti seleksi prajurit AD tahun 2024.
Khairul mengungkapkan sebenarnya keputusan yang diambil TNI AD tersebut kurang fair.
Hal tersebut lantaran syarat yang membuat Joni gagal lolos seleksi adalah terkait persyaratan fisik yang tidak terpenuhi alih-alih berkaitan dengan kompetensi.
"Harus diakui bahwa keputusan memanggil Joni untuk kembali mengikuti seleksi sebenarnya memang tampak kurang fair mengingat kegagalan sebelumnya bukanlah terkait syarat kompetensi yang bisa diujikan kembali, melainkan menyangkut persyaratan fisik (tinggi badan) yang tidak terpenuhi," katanya kepada Tribunnews.com, Selasa (6/8/2024).
Khairul mengatakan seharusnya janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menitipkan Joni untuk masuk sebagai prajurit TNI AD harus ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan kesan adanya komunikasi terputus.
Adapun tindaklanjut yang harusnya dilakukan oleh TNI AD adalah memonitor perkembangan fisik dari Joni.
Sekedar informasi, Joni memang sempat dijanjikan masuk prajurit TNI AD oleh Jokowi usai aksi heroiknya menyelamatkan bendera Merah Putih yang nyaris jatuh saat upacara HUT ke-73 RI di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2018 lalu.
"Mestinya janji tersebut ditindaklanjuti dengan perhatian yang memadai, termasuk memantau tumbuh kembangnya agar Joni dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan atau setidaknya dapat dikecualikan dari persyaratan tertentu yang masih bisa ditolerir sehingga Joni tidak perlu sampai mengalami hambatan dalam seleksi," ujarnya.
Kendati Khairul mengakui keputusan pemanggilan kembali terhadap Joni kurang fair, dia masih bisa memakluminya.
Baca juga: Joni Pemanjat Tiang Bendera Dipanggil Seleksi TNI Lagi, Pertimbangan karena Dapat Penghargan
Menurutnya, ada dua hal yang menyebabkan keputusan TNI AD ini bisa dimaklumi yaitu Joni yang melakukan aksi heroik menyelamatkan bendera Merah Putih dan janji Jokowi untuk memasukannya sebagai prajurit.
"Tentunya kedua hal tersebut sudah cukup sebagai alasan agar sedapat mungkin dipenuhi dan ditindaklanjuti," tuturnya.
Di sisi lain, Khairul mengatakan apa yang dialami Joni bisa menjadi pelajaran seluruh pihak agar tidak mudak menjanjikan kemudahan dalam proses rekrutmen jika memang yang bersangkutan tak memenuhi persyaratan.
Namun, jika sudah terlanjur, maka Khairul meminta agar tidak menimbulkan keriuhan dan sedapat mungkin persyaratan atau kualifikasi bisa terpenuhi.
"Sehingga tidak mempermalukan baik bagi anak bangsa seperti Joni, bagi institusi TNI khususnya TNI AD, bahkan Presiden," pungkasnya.