News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MUI Keluarkan 10 Kriteria Produk Nasional sebagai Substitusi Produk Terafiliasi Israel

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI No 14 Tahun 2024 tentang 'Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri'.

TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI No 14 Tahun 2024 tentang 'Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri'.

Fatwa itu menjelaskan 10 kriteria produk nasional yang layak didukung sebagai substitusi atau menggantikan produk yang diboikot terkait afiliasinya dengan Israel.

Fatwa MUI ini menjadi putusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 28-31 Mei 2024 lalu.

MUI melalui keterangan tertulisnya menyebutkan 10 kriteria produk nasional yang layak didukung, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, yaitu:

  1. Perusahaan dimiliki sepenuhnya atau mayoritas saham oleh perusahaan atau individu Indonesia.
  2. Bahan baku berasal dari dalam negeri.
  3. Melibatkan perusahaan dalam negeri dalam rantai pasok.
  4. Mengandalkan inovasi dan teknologi dalam negeri.
  5. Punya kebijakan ramah lingkungan.
  6. Memberi dukungan terhadap komunitas dalam negeri.
  7. Punya standar kualitas dan keamanan tinggi yang ditunjukkan melalui sertifikasi dari badan pengawas nasional.
  8. Memberdayakan tenaga kerja dalam negeri.
  9. Menjalankan bisnis secara akuntabel dan beretika.
  10. Mendorong keberagaman dan inklusivitas dalam praktik bisnis.

Wasekjen MUI, Arif Fahrudin mengatakan, masyarakat sebaiknya jangan langsung memboikot produk tanpa tahu kebenarannya.

“Kami tidak ingin boikot jadi salah sasaran dan berdampak pada perusahaan-perusahaan nasional," ungkapnya, Selasa (6/8/2024).

Menurutnya, masyarakat terkadang masih bingung brand yang hadir dengan nama asing maupun waralaba asing apakah perlu diboikot.

Arif juga menanggapi pertanyaan masyarakat mengenai sejumlah brand waralaba seperti KFC, Pizza Hut, McDonald’s, serta merek-merek lokal yang sempat diboikot sebelumnya, seperti brand makeup Rose All Day.

"Di sini kami ingin menegaskan bahwa kami tidak mengajarkan masyarakat untuk asal memboikot produk tanpa tahu kebenarannya."

"Brand-brand atau franchise-franchise asing selama memenuhi 10 kriteria produk nasional harus kita dukung," ungkapnya.

Terkait boikot terhadap sejumlah merek kenamaan, Arif mengatakan masyarakat harus aktif mencari tahu.

Baca juga: Merek Makanan Barat Alami Penurunan Laba karena Aksi Boikot Perusahaan yang Kerja Sama dengan Israel

Salah satu kriteria dalam fatwa tersebut menyebutkan perusahaan nasional yang patut didukung adalah yang memberikan dampak positif kepada masyarakat Indonesia.

Termasuk memberdayakan tenaga kerja nasional, dengan jajaran manajemen dari WNI dan perusahaan nasional tersebut patut didukung.

"Lain halnya dengan perusahaan asing yang terlihat sekali perbedaannya dari kepemilikan, pemegang saham, dan jajarannya," ucapnya.

“Jadi sebelum mengambil aksi, masyarakat bisa pastikan brand-brand franchise tersebut, bisa dicari tahu, siapa pemiliknya, saham milik siapa, rantai pasok apakah menggunakan rantai pasok lokal atau bukan."

"Bahan baku dari mana, pemimpin perusahaannya siapa, kalau semua kriteria terpenuhi, ya berarti mereka produk nasional yang harus kita dukung,” urainya.

Sebelumnya, menanggapi tragedi kemanusiaan di Palestina, MUI telah mengeluarkan Fatwa No 83 Tahun 2023 yang menghimbau umat Islam untuk menghindari penggunaan produk yang berafiliasi dengan Israel.

“Hadirnya Fatwa MUI No 14/Ijtima' Ulama/VIII/2024 diharapkan memperjelas posisi perusahaan-perusahaan Indonesia."

"Jika jelas perusahaan nasional, maka produknya halal dan memenuhi kriteria tersebut, jangan kita boikot,” tutupnya.

Sementara itu, dalam fatwa MUI itu juga merumuskan lima kriteria produk yang terafiliasi Israel, yaitu:

  1. Saham mayoritas dan pengendali perusahaan dikuasai oleh pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan Israel.
  2. Pemegang saham pengendali perusahaan merupakan entitas asing yang memiliki bisnis aktif di Israel.
  3. Sikap politik pengendali perusahaan mendukung politik genosida dan agresi Israel atas bangsa Palestina.
  4. Nilai-nilai yang dianut produsen bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.
  5. Sikap dan pernyataan politik dan ekonomi perusahaan, termasuk perusahaan global sebagai induknya, masih mempertahankan investasi di Israel.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini