Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) meluncurkan Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan Tiga Lembaga pada periode data tahun 2023.
Dalam laporan ini disebutkan bahwa pada tahun 2023, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di ketiga lembaga ini mencapai 34.682 korban.
Baca juga: Remaja 15 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual Sesama Jenis di Pondok Pesantren Agam Sumbar
Rinciannya, Simfoni PPA mencatat 26.161 korban, SintasPuan Komnas Perempuan mencatat 3.303 korban, dan Titian Perempuan FPL mencatat 5.218 korban.
"Ketersediaan data membuka pintu pengetahuan dan kesadaran bersama untuk mengatasi persoalan yang ada. Kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah contoh nyata dari pentingnya data," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, melalui keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).
Andy menekankan pentingnya ketersediaan data dan informasi sebagai modalitas untuk melakukan perubahan di tingkat kebijakan serta dalam mendorong perubahan di tengah masyarakat.
"Data ini menunjukkan bahwa upaya sinergi telah menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia," kata Andy.
Secara geografis, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi tiga wilayah dengan jumlah pelaporan kasus kekerasan perempuan tertinggi.
Baca juga: Audiensi Kasus Afif Maulana, Komisi VIII DPR: Kekerasan Jangan Jadi Budaya Dalam Penegakan Hukum
Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan akses layanan, organisasi sipil pengada layanan yang banyak, serta infrastruktur yang mendukung.
Sepanjang tahun 2023, data dari SintasPuan dan Titian Perempuan menunjukkan bahwa kekerasan di ranah personal masih mendominasi.
Kekerasan seksual mencatat angka tertinggi dengan 15.621 kasus, diikuti oleh kekerasan psikis sebanyak 12.878 kasus, kekerasan fisik sebanyak 11.099 kasus, dan kekerasan lainnya sebanyak 6.807 kasus.
Berdasarkan analisis, korban dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat adalah kelompok tertinggi yang mengalami kekerasan, yang kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai kekerasan berbasis gender.