News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini Alasan PTUN Jakarta Batalkan Pengangkatan Suhartoyo Jadi Ketua MK

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Konstitusi Suhartoyo (kiri) terpilih sebagai Ketua MK yang baru menggantikan Anwar Usman (kanan). Terpilihnya Suhartoyo ini berdasarkan musyawarah dan mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Pleno Hakim secara tertutup di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023). Dalam pertimbang hukumnya, majelis hakim PTUN Jakarta menjelaskan alasan mengabulkan gugatan hakim konstitusi Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

Diketahui, Putusan PTUN Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, menyatakan membatalkan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai MK masa jabatan 2023-2028.

Perkara ini diputus oleh Hakim Ketua Majelis Oenoen Pratiwi, serta dua anggotanya, Ganda Kurniawan dan Irvan Mawardi

Dalam pertimbang hukumnya, majelis hakim PTUN Jakarta menjelaskan alasan mengabulkan gugatan hakim konstitusi Anwar Usman ini.

Majelis menilai, dalam menerbitkan Keputusan MK 17/2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, Mahkamah Konstitusi tidak terlebih dahulu mencabut Keputusan MK Nomor 4/2023 tentang pengangkatan Anwar Usman sebagai pimpinan peradilan konstitusi itu.

"Pengadilan berpendapat bahwa tindakan Tergugat (Ketua MK Suhartoyo) yang hanya menerbitkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru namun tidak menerbitkan SK pemberhentian atas posisi Penggugat (Anwar Usman) sebagai ketua MK sebagaimana keputusan nomor 4/2023 adalah tindakan yang tidak sesuai dengan asas hukum dan norma perundang-undangan," demikian dikutip dari salinan putusan PTUN Jakarta a quo, Kamis (15/8/2024).

Dalam menentukan Suhartoyo sebagai pimpinan MK yang baru, para hakim memang menggelar rapat permusyarawatan hakim (RPH) sebagai tindak lanjut Putusan Majelis Kehormatan MK Nomor 02/MKMK/L/11/2023.

Namun, menurut PTUN Jakarta, dalam bukti berita acara RPH, tidak satupun kalimat dalam berita acara yang menyatakan Keputusan 4/2023 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

"Menurut Pengadilan, tidak dicabutnya putusan (MK 4/2023) tersebut tidak sekadar persoalan tata laksana pemerintahan semata, tapi terkait dengan kepastian hukum dan kepatuhan atas prosedur hukum yang benar," demikian bunyi pertimbangan hukum PTUN Jakarta.

Baca juga: Sekjen PDIP Curiga Ada Intervensi Hukum di Balik Putusan PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman

Majelis PTUN Jakarta juga mengatakan, penerbitan Putusan MK 17/2023 oleh MK tanpa disertai dengan pencabutan Surat Keputusan Nomor 4/2023 terbukti tidak mengutamakan ketentuan perundang-undangan, yakni UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 

"Penerbitan objek sengketa a quo (Putusan MK 17/2023) oleh Tergugat (MK) terbukti melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan," jelas PTUN Jakarta.

"Berdasarkan fakta pengujian tersebut, Pengadilan berpendapat bahwa penerbitan objek sengketa a quo terbukti melanggar prosedur perundang-undangan dalam UU Administrasi Pemerintahan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, maka secara hukum harus dinyatakan batal."

Di sisi lain, majelis hakim PTUN Jakarta menyampaikan, ada perbedaan praktik ketatanegaraan dan administrasi negara yang berlaku di lembaga kekuasaan kehakiman lainnya, yakni Mahkamah Agung (MA), dimana Ketua MA dan Wakil Ketua Yudisial dan Wakil Ketua non-yudisial dipilih oleh para hakim agung, namun penetapan dan pengesahannya sebagai Ketua MA dan Wakil Ketua 

Yudisial dan non-yudisial ditetapkan oleh Presiden sebagai kepala negara, bukan sebagai kepala pemerintahan. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini