News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Luncurkan Inisiatif LaporIklim, Yayasan Warga Berdaya Ajak Warga Laporkan Fenomena Perubahan Iklim

Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yayasan Warga Berdaya untuk Kemanusiaan (Warga Berdaya) hari ini secara resmi meluncurkan inisiatif LaporIklim, sebuah platform yang bertujuan membuka akses dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam melaporkan dampak perubahan iklim di Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Warga Berdaya untuk Kemanusiaan (Warga Berdaya) hari ini secara resmi meluncurkan inisiatif LaporIklim, sebuah platform yang bertujuan membuka akses dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam melaporkan dampak perubahan iklim di Indonesia.

Chatbot LaporIklim memungkinkan masyarakat, khususnya mereka yang berada di daerah terdampak untuk melaporkan secara langsung berbagai fenomena terkait perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, kenaikan permukaan air laut, dan berbagai dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

Nantinya laporan yang masuk akan diolah dan dianalisis untuk menghasilkan informasi yang berharga bagi upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia.

Konferensi pers ini juga menghadirkan dua akademisi terkemuka sebagai narasumber yaitu Prof. Hermanu Triwidodo, Kepala Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University serta Siswanto, Ph.D., Ketua Tim Pengelolaan Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG. Keduanya memberikan pandangan mendalam mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia.

Ketua Tim Pengelolaan Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto menyoroti urgensi permasalahan perubahan iklim, baik secara global maupun di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa kegagalan dalam memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim yang sedang berlangsung akan berdampak serius di masa depan, sehingga aksi nyata sangat diperlukan.

Baca juga: Erick Thohir Dorong BUMN Jaga Kelestarian Lingkungan dan Kurangi Dampak Perubahan Iklim

LaporIklim, menurut Siswanto, merupakan salah satu contoh aksi nyata yang digagas oleh generasi muda, bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk jurnalis.

Platform ini diharapkan dapat membantu Indonesia menuju masa depan yang lebih aman dari risiko perubahan iklim yang semakin meningkat.

Selain itu, LaporIklim juga dapat membantu meningkatkan literasi masyarakat tentang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, bahkan berkontribusi dalam upaya menahan laju krisis iklim.

Sementara Hermanu Triwidodo, Kepala Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University mengatakan pengetahuan global dengan kearifan lokal untuk melakukan adaptasi dan mitigasi sangat penting bagi penanggulangan perubahan iklim.

Saat ini petani telah berinisiatif melakukan langkah-langkah strategis dalam menghadapi perubahan iklim, salah satunya pendataan fenologi tumbuhan atau siklus hidup hewan dan tumbuhan yang terkait dengan periodisasi iklim.

Hermanu juga menyoroti ketidakadilan peran antara kelompok rentan dengan aktor penyebab perubahan iklim.

Baca juga: Masyarakat adat di Himalaya yang menyelamatkan populasi sapi gunung dari ancaman deforestasi dan perubahan iklim

Petani dan pemuda diminta untuk melakukan mitigasi dengan mengurangi aktivitasnya, sementara pelaku utama penyebab perubahan iklim cukup memberikan carbon tip sebagai ganti rugi.

Persoalan lainnya adalah petani marak dilibatkan dalam agenda-agenda politik yang justru menyebabkan maladaptasi, sehingga berujung kegagalan panen.

Terakhir, Hermanu Triwidodo menekankan integrasi data global dengan praktik di lapangan.

“Yang penting adalah ilmunya. Bagaimana mempunyai data, kemudian menghubungan dengan tren dunia, dan menghasilkan banyak kajian sehingga
mampu memprediksi kejadian-kejadian mendatang,” ujarnya pada acara peluncuran LaporIklim di Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Acara peluncuran itu dihadiri oleh perwakilan media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil (CSO).

Tarsono, petani muda dari Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim Indramayu memberikan gambaran nyata di desanya dalam mendata dan menangkap fenomena perubahan iklim.

Ia menceritakan komunitasnya selama kurang lebih 14 tahun mendalami ilmu agrometeorologi.

Baca juga: Iklim Tropis Indonesia dan Kelembaban yang Tinggi Berdampak pada Kesehatan Kucing

“Kemampuan kami adalah menganalisis agar metodologis, yakni mengaitkan data curah hujan dengan data ekosistem untuk mengetahui dampak dari pola hujan tertentu pada lahan dan tanaman. Berdasarkan analisis itu petani terbantu untuk tahu masalah apa yang terjadi di lahannya dan dapat mencari solusinya,” ungkap Tarsono.

Apabila ditemukan permasalahan di lapangan, mereka segera mencari solusi untuk menghindari kerugian atau kegagalan panen.

Tarsono mengungkapkan bahwa mengaitkan fenomena yang ada dengan hasil belajar ilmu agrometeorologi tersebut membantu mereka dalam mengantisipasi dan menentukan strategi budidaya tanaman yang didiskusikan bersama dalam rembug desa.

Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, mengatakan bahwa perubahan iklim mengakibatkan banyak ketidakadilan. Empat dimensi dari ketidakadilan iklim adalah:

1. Rekognisi. Setiap kelompok masyarakat dari level manapun harus mendapatkan pengakuan atau rekognisi yang sama.

2. Keadilan distributif. Mitigasi dan adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim harus terdistribusi secara merata.

3. Keadilan prosedural. Upaya untuk mengatasi perubahan iklim dengan seperangkat hukum, tata cara, etika, dan semacamnya harus melalui
prosedur yang memang menghargai aspek rekognisi dan distribusi.

4. Keadilan restorasi. Bagaimana bahwa dalam pola mengembalikan segala dampak yang sudah terjadi bisa diperbaiki sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.

Baca juga: Presiden Jokowi Bicara 3 Sektor Penting saat Buka IPPP, Perubahan Iklim hingga Pengembangan SDM

“Kita mendorong supaya ada lebih banyak lagi pertukaran informasi untuk bisa saling membantu, bisa saling tahu, saling belajar dan saling berbagi. Ini
membutuhkan kerja sama dari semua pihak, tidak bisa hanya dari pemerintah, atau hanya petani sendiri, dan juga akademisi. Bagi CSO, tantangan terbesarnya adalah keterbatasan akses ke berbagai daerah,” ungkap Nadia.

Karenanya, Nadia Hadad menegaskan perlunya kerjasama dan kolaborasi.

Harapannya, LaporIklim bisa membantu masyarakat untuk saling belajar dan menggunakan platform ini untuk tanggap cepat, kemudian menghubungkan ke pihak yang bisa membantu mengatasi solusi di lapangan.

Yoesep Budianto, relawan LaporIklim, mengungkapkan rencana ambisius untuk pengembangan platform ini.

Ke depannya, LaporIklim berencana untuk mengintegrasikan data yang dilaporkan masyarakat dengan data sekunder, seperti data iklim dari BMKG.

Integrasi ini akan memungkinkan LaporIklim untuk memberikan saran yang lebih spesifik dan relevan kepada petani terkait masa tanam dan panen di bulan-bulan mendatang, seperti prediksi curah hujan dan suhu udara tiga bulan ke depan, saran masa tanam/panen berdasarkan prediksi iklim, dan prediksi indeks kekeringan.

Baca juga: Kunjungi Markas PBB, Putu BKSAP Ingatkan Komitmen Dana Perubahan Iklim 100 Miliar Dolar Ditepati

LaporIklim mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif melaporkan dampak perubahan iklim melalui chatbot.

Yoesep menekankan pentingnya dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, pemerintah, akademisi, dan media.

Dengan bersama-sama, kita dapat mendorong perubahan positif dan mewujudkan Indonesia yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini