News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Baru 2 Kali Sidang Harvey Moeis, Nama Jenderal Polisi, Eks Gubernur hingga Eks Kapolda Terseret

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Harvey Moeis, ilustrasi anggota Polri, mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman dan Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa. Sidang terdakwa kasus korupsi PT Timah, Harvey Moeis baru dua kali digelar tapi sejumlah nama penting sudah muncul di antaranya jenderal polisi, eks gubernur hingga eks Kapolda.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang terdakwa Harvey Moeis di kasus korupsi PT Timah baru dua kali digelar, perdana Rabu (14/8/2024), kedua Kamis (22/8/2024).

Hal yang mengejutkan baru tahap awal, nama sejumlah tokoh penting sudah muncul di antaranya jenderal polisi, mantan gubernur hingga eks Kapolda.

Peran mereka pun dijabarkan lengkap dari kesaksian saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum.

Saksi tersebut ialah Ahmad Syahmadi sebagai General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020.

Lantas akankah nama-nama penting yang terseret ini bakal dihadirkan di persidangan?

Nama Brigjen Pol Mukti Juharsa Terseret, Perannya Jadi Admin Grup New Smelter

Nama jenderal polisi terseret di sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Dia adalah Brigjen Mukti Juharsa yang saat ini menjabat Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.

Namanya terseret saat masih menjabat sebagai Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung, berpangkat Kombes.

Adalah Ahmad Syahmadi sebagai General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020 yang memunculkan nama Mukti Juharsa.

Saksi Ahmad Syahmadi mengungkapkan bahwa Mukti Juharsa berperan menjadi admin grup New Smelter.

Baca juga: Helena Lim dan Harvey Moeis Samarkan Hasil Korupsi Timah Berkedok CSR dan Musnahkan Bukti Transaksi

Awalnya Ahmad Syahmadi mengungkapkan pihak smelter swasta mendapatkan lima persen kuota ekspor dari penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Padahal awalnya PT Timah mengusulkan agar pembagian kuota ekspor 50:50 dari hasil penambangan di wilayah IUP PT Timah.

Usulan itu disampaikan PT Timah melalui Syahmadi sebagai perwakilannya di dalam sebuah pertemuan dengan para pengusaha smelter swasta.

Pertemuan itu terjadi di Hotel Borobudur, Jakarta pada pada Mei 2018 yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan di Novotel Bangka Belitung.

"Ada terakhir di Hotel Borobudur, Jakarta," ujar Syahmadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

"Apa yang dibahas di Hotel Borobudur? Tadi kan di Novotel jelas ada permintaan dari PT Timah untuk meningkatkan produksi PT Timah. Kalau di Borobudur apa yang dibahas pak?" tanya jaksa penuntut umum kepada Syahmadi.

"Intinya sama. Tadinya kita minta bantuan ke para smelter melalui ada juga pejabat utama Provinsi Bangka Belitung agar mereka membantu produksi bijih PT Timah. Saya sempat bertanya sebelum berangkat ke Pak Direktur Operasi, Pak Dirut punya aspirasi agar fungsi logam dari Bangka Belitung itu fifty-fifty, Yang Mulia," jelas Syahmadi.

Menurut Syahmadi, pembagian 50:50 itu dimaksudkan untuk menggenjot produksi PT Timah.

Sebab sebelumya, PT Timah hanya mengekspor tak sampai 50 persen dari total bijh timah yang diekspor.

"Karena sejarah sebelum-sebelumnya keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, segitu terus Yang Mulia," ujar Syahmadi.

Syahmadi pun mengungkapkan Harvey Moeis yang menjadi terdakwa juga hadir dalam pertemuan di Hotel Borrobudur tersebut.

"Pada saat itu di Borobudur, terdakwa Harvey ikut juga?" tanya jaksa.

"Ikut," jawab saksi.

Baca juga: Helena Lim dapat Imbalan Rp 900 Juta Karena Bantu Harvey Moeis Samarkan Uang Korupsi Timah

Sayangnya, Syahmadi mengaku tidak menghadiri pertemuan tersebut hingga selesai.

Setelahnya, hasil pertemuan di Hotel Borobudur diumumkan di grup Whatsapp "New Smelter" yang berisi perwakilan perusahaan smelter swasta, PT Timah, dan Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Adapun hasil pertemuan itu, disepakati agar perusahaan smelter swasta menyerahkan lima persen kuota ekspornya.

"Kemudian siapa di grup itu yang aktif membahas tentang output dari Borobudur ini, ada permintaan 50:50 disepakati atau tidak seperti apa?" tanya jaksa penuntut umum.

"Ya detailnya saya pulang duluan Yang Mulia, tidak mengikuti. Cuma diumumkan di grup Whatsapp itu. Intinya aspirasi PT Timah 50 persen, forum sepakat untuk 5 persen, Yang Mulia," jawab Syahmadi.

Menurut Syahmadi, saat itu hasil pertemuan diumumkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Siapa yang menyampaikan itu di grup Whatsapp?" tanya jaksa.

"Pak Dirreskrimsus," jawab saksi.

Saat itu, Mukti Juharsa masih berpangkat Kombes dan menjabat Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti," ujar Syahmadi.

"Pak Mukti. Mukti siapa?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto, memastikan.

"Juharsa," jawab Syahmadi.

"Dari Polri?" tanya hakim.

"Dari Polda," kata Syahmadi.

Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.

Dirkrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung Kombes (Pol) Mukti Juharsa Selasa (16/1/2018) menujukkan pelaku prostitusi online yang diungkap.dok Humas Polda (bangka pos/deddy marjaya)

Sejauh ini Nasib Brigjen Mukti Juharsa Masih Aman

Atas fakta yang terungkap di persidangan itu, jaksa penuntut memilih untuk tidak menindak lanjutinya.

Mukti Juharsa yang namanya disebut-sebut, takkan dihadirkan jaksa penuntut umum ke persidangan.

Alasannya, Mukti Juharsa tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan perkara Harvey Moeis.

"Di berkas perkara tidak ada BAP (berita acara pemeriksaan) dan kemudian tidak kita pakai," kata jaksa Ardito Muwardi, ketua tim penuntutan dalam perkara ini saat ditemui awak media usai persidangan.

"Karena di berkas perkara tidak ada, ya kita kemungkinan besar tidak akan kita panggil," katanya lagi.

Meski begitu, fakta persidangan kali ini, termasuk soal jenderal polisi menjadi admin grup Whatsapp, tetap dipertimbangkan tim jaksa penuntut umum untuk menyusun tuntutan terhadap Harvey Moeis.

"Iya jadi bahan pertimbangan," ujarnya.

Menurut jaksa penuntut umum, dalam hal ini Mukti sebagai perwakilan Polda Bangka Belitung saat itu membuat grup Whatsapp sekadar untuk mengimbau para smelter swasta.

"Polri tadi menurut keterangan saksi hanya membentuk grup WA untuk mengimbau agar para smelter-smelter swasta memberikan kuota (ekspor)nya kepada PT Timah," kata jaksa Ardito.

Nama Eks Gubernur dan Kapolda Babel Juga Muncul di Persidangan Harvery Moeis

Saksi kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah blak-blakan membeberkan soal adanya permintaan bantuan PT Timah kepada mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman dan mantan Kapolda Bangka Belitung, Brigjen Pol (Alm) Syaiful Zachri.

Bantuan yang dimaksud agar Gubernur dan Kapolda saat itu membujuk para perusahaan smelter timah untuk memberikan sebagian kuota ekspornya kepada PT Timah.

Hal itu diungkap oleh saksi Ahmad Syahmadi sebagai General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020.

Ahmad dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam persidangan terdakwa Harvery Moeis, Kamis (22/8/2024), di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saat itu PT Timah meminta 50 persen dari kuota ekspor para smelter swasta sebab melakukan penambangan di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

"Pak Dirut (PT Timah) punya aspirasi agar fungsi logam dari bangka belitung itu fifty-fifty, Yang Mulia. Karena sejarah sebelum-sebelumnya keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, segitu terus Yang Mulia," jelas Syahmadi.

Baca juga: Helena Lim Tak Ajukan Keberatan Terhadap Dakwaan Kasus Korupsi Timah, Jaksa Siapkan 180 Saksi

Permintaan itu disampaikan Syahmadi sebagai perwakilan PT Timah dalam sebuah pertemuan pada Mei 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta.

Di pertemuan itu, PT Timah turut mengundang Gubernur dan Kapolda Bangka Belitung.

Kemudian hadir pula perwakilan para perusahaan smelter swasta. Termasuk di antaranya, Harvey Moeis yang saat itu mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT).

"Ada terakhir di Hotel Borobudur. Jakarta," beber Syahmadi.

"Siapa yang hadir di dalam pertemuan itu pak?" tanya jaksa penuntut umum.

"Saya hadir atas izin Direktur Operasi mewakili PT Timah," jawab Syahmadi.

"Kemudian hadir siapa lagi pak?"

"Hadir juga waktu itu Pak Gubernur, Pak Erzaldi Rosman. Pada waktu itu hadir Pak Kapolda yang lama, Pak almarhum Syaiful Zachri."

"Para pemilik smeter hadir juga?" tanya jaksa kepada Syahmadi.

"Banyak. Kurang lebih antara 25. Saya enggak ingat persis detailnya," jawab Syahmadi.

"Pada saat itu di Borobudur, terdakwa Harvey ikut juga?"

"Ikut."

Coba Membujuk

Dalam pertemuan itu, Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman mencoba membujuk para perusahaan smelter swasta untuk memenuhi permintaan PT Timah, yakni menyerahkan kuota ekspor dengan rasio 50:50.

Sementara Kapolda mengecek sumber bijih timah yang diperoleh para perusahaan smelter swasta.

"Ada imbauan tadi dari Pak Gubernur agar dibantu ini saudara tua. Juga tadi Pak Kapolda ngecek, mereka ngaku ngambil dari IUP PT Timah," ujar Syahmadi.

Syahmadi menerangkan bahwa Kapolda juga sampai mengabsen para smelter swasta terkait jumlah produksi timah yang diekspor.

"Ketika itu Pak Kapolda menanyakan beberapa smelter, 'Kamu PT apa?' seperti meengabsen, tidak semuanya. 'Kamu ekspor berapa bulan kemarin? Itu logam itu pasirnya dari IUP sendiri atau IUP PT Timah?'" ujar Syahmadi, menceritakan kejadian dalam pertemuan di Hotel Borobudur.

Sayangnya, Syahmadi mengaku tidak menghadiri pertemuan tersebut hingga selesai.

Baca juga: Suparta, Dirut PT Refined Bangka Tin Didakwa Terima Uang Hasil Korupsi Timah Rp 4,5 Triliun

Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tribun network/thf/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini