News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap di MA

Alibi Gazalba Saleh Soal Uang Dolar: Dapat Permata di Kebun Australia, Dijual Mahal di Singapura

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh (mengenakan topi dan masker) dalam persidangan Kamis (15/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Gazalba Saleh menerangkan asal-muasal uang dolar yang ia tukarkan di money changer, ngakunya dapat permata dari kebun Australia lalu dijual di Singapura.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menerangkan soal asal-muasal uang dolar yang ia tukarkan di money changer.

Gazalba Saleh menyebut dolar itu didapatnya dari hasil penjualan batu permata yang dia temukan di sebuah kebun di Australia tiga dekade silam.

Alibi itu disampaikan Gazalba Saleh pada sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya asal-usul dolar yang ditukarkan Gazalba di money changer.

Jaksa mengungkap data selama 28 April–10 September 2020, Gazalba melakukan penukaran 583 ribu dolar Singapura dan 10 ribu dolar Amerika Serikat (AS). Total transaksi mencapai Rp6,3 miliar.

Hakim agung kamar pidana Mahkamah Agung (MA) itu tidak membantah data yang dimiliki penuntut umum.

Menurut Gazalba, dolar-dolar itu diperoleh dari sumber yang sah.

Tidak langsung percaya, jaksa meminta Gazalba menjelaskan dari mana asal-usul dolar tersebut. Gazalba sampai ditegur oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.

"Coba Saudara jelaskan, penghasilan yang sah itu berasal dari mana, gitu lho! Apakah Saudara punya usaha lain? Ada enggak? Gitu lho itu pertanyaannya!" kata Hakim Fahzal.

"Dari hasil penjualan batu permata, Yang Mulia. Awalnya dari itu, kemudian dari saya pinjamkan ke teman saya, kemudian dikelola, Yang Mulia," kata Gazalba.

Baca juga: Dalih Hakim Agung Gazalba Saleh Kirim Duit ke Ayah Teman Wanita: Untuk Sedekah

Jaksa KPK terus mencecar asal-usul batu permata yang disebutkan pernah ditemukan Gazalba.

Gazalba berujar, menemukan batu permata di Australia pada tahun 1993. Saat itu, dia bekerja di sebuah perkebunan di Sydney, Australia.

"Berapa banyak, Pak? Seberapa besar (permatanya)?" cecar jaksa.

"Satu saja, Pak. Lumayan besar," kara Gazalba.

Permata itu lantas dibawa pulang ke Indonesia. Sempat ditawarkan ke toko emas di Jakarta. Namun hanya ditaksir harganya Rp10 juta. Gazalba urung menjualnya.

"Kemudian, tahun 2000 saya ke Singapura. Kemudian saya coba datang ke toko permata, dan toko permata itu kemudian menawar. Saya kaget ketika itu dia tawar cukup tinggi, kalau saya tidak salah ya, sudah lama sekali ini, sekitar 75 ribu dolar Singapura dengan kurs pada masa itu," ujar Gazalba.

"Enggak pernah kena Imigrasi, Pak?" jaksa heran mendengar alasan Gazalba.

"Enggak perlu, Pak. Jadi, berlangsung diproses begitu saja," kata Gazalba.

Gazalba mengatakan, menerima pembayaran dolar Singapura dan Amerika dari translasi menjual pertama di Singapura.

"Singapura-nya sekitar 58 ribu lebih, saya tidak ingat lagi," kata Gazalba.

Kalau dirupiahkan berapa?" cecar jaksa.

"Saya tidak ingat lagi. Bisa lihat catatan enggak? Saya ada catatan," kata Gazalba, lalu berusaha membuka isi tasnya. "Enggak ada."

Sidang kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024). (Tribunnews.com/ Ashri Fadilla)

Menurut Gazalba, seluruh uang hasil penjualan permata dibawa ke Indonesia. Lalu dipinjamkan kepada seorang pengusaha tambang bernama Irvan.

"Bagaimana Saudara kenal­nya sama Pak Irvan ini?" jaksa kian penasaran.

"Saya kenalnya ketika di musala mal," jawab Gazalba.

Menurutnya, pinjaman awal diberikan sesuai kesepakatan, tapi Gazalba lupa jumlahnya. Dari memberikan pinjaman ini, Gazalba mendapat untung 20–35 persen.

Keuntungan usaha pertambangan sangat besar yakni dari kerja sama dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), kerja sama dengan pihak pengangku­tan (delivery), dan bekerja sama dengan perusahaan smelter.

Gazalba mengatakan, kerja sama dengan Irvan berlangsung beberapa kali. Menurutnya, keuntungan yang didapat luma­yan.

Namun kerja sama pinjam-meminjam uang ini terhenti, lantaran Irvan meninggal dunia karena Covid-19.

"Kemudian sampai di 2017, ada enggak uang itu, Pak?" lanjut jaksa.

"Masih ada, Pak," jawab Gazalba.

"Saudara kan 2017 diangkat sebagai hakim agung ya. Ada nggak dilaporkan di LHKPN uang itu?" korek jaksa.

"Akan saya laporkan nanti, Pak," kilah Gazalba.

"Itu 2017, sudah berapa lama itu? Ada bukti tertulis enggak Anda menjual batu permata itu?" cecar jaksa.

"Lagi dicari," ujar Gazalba beralasan.

Keterangan Gazalba tidak konsisten mengenai penjualan permata temuannya ini saat menjawab pertanyaan Aldres Napitupulu, tim penasihat hu­kumnya.

"Tadi kan Bapak nemu per­mata di Australia, Bapak jual ke Singapura. Bapak ke Singapura kapan, sesudah atau sebelum jadi hakim ad hoc Tipikor?" tanya Aldres.

Baca juga: Terungkap Panggilan Sayang Hakim Agung Gazalba Saleh dan Teman Wanitanya, Abi dan Bib

Gazalba Saleh bersama-sama dengan kakak kandungnya Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada waktu antara tahun 2020–2022 didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Nama Edy Ilham Shooleh dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard.

Sementara nama Fify Mulyani digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.

Selain pencucian uang, Gazalba juga didakwa menerima gratifikasi.

Menurut jaksa KPK, Gazalba menerima gratifikasi termasuk uang terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Di tahun 2020 misalnya, Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan register perkara nomor: 109 PK/Pid.Sus/2020.

Jaffar Abdul Gaffar didampingi oleh Advokat Neshawaty Arsjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.

Pada 15 April 2020, PK tersebut dikabulkan Gazalba. Atas pengurusan perkara dimaksud, Neshawaty dan Gazalba menerima uang sebesar Rp37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar.

Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020–2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika Serikat, serta Rp9.429.600.000.

"Kemudian dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi di atas," ujar jaksa KPK dalam sidang pembacaan surat dakwaan beberapa waktu lalu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini