TRIBUNNEWS.COM - Aksi demonstrasi di Kota Semarang pada Senin (26/8/2024) yang menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang memuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berujung ricuh.
Aparat keamanan kembali melawan para pengunjuk rasa dengan gas air mata dan tindak kekerasan.
Menanggapi hal ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak agar polisi tidak lagi menggunakan kekerasan dalam tindak pengamanan mereka.
“Komnas HAM mendesak aparat keamanan untuk tidak menggunakan tindakan kekerasan dalam menjaga keamanan, dan justru mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan terukur dalam penanganan aksi demonstrasi,” kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Selasa (27/8/2024).
Ia juga meminta Kapolda Jawa Tengah untuk melakukan evaluasi atas dugaan tindak kekerasan yang dilakukan anak buahnya ketika mengamankan para pendemo.
“Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum untuk memberikan akses bantuan hukum bagi peserta aksi yang ditangkap,” ujar Anis.
Anis menegaskan, menghalangi warga untuk mendapat akses bantuan hukum berisiko melanggar HAM, yakni hak atas keadilan.
Diketahui, sebanyak 27 peserta aksi unjuk rasa diangkut ke Polrestabes Semarang setelah aksi di depan Gedung DPRD Kota Semarang berakhir ricuh.
Sebelumnya, ribuan peserta aksi demonstrasi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat (Geram) terlibat saling dorong dengan petugas kepolisian.
Petugas kemudian menembakkan gas air mata dan water cannon pada pendemo yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan masyarakat sipil itu.
Pendamping hukum Geram, Tuti Wijaya mengatakan, ada 21 pelajar dan enam mahasiswa yang dibawa ke Mapolrestabes Semarang.
Baca juga: Hari Ini Polisi Panggil Orang Tua dari 22 Pelajar SMK yang Ditahan Buntut Demo di Semarang
Ia mengungkapkan, hingga saat ini pihak kuasa hukum masih belum diperbolehkan masuk ke dalam.
“Hingga sampai saat ini tim hukum belum bisa masuk ke dalam ruangan karena kami dihalang-halangi tim penyidik,” ujar Tuti dalam keterangannya, Senin (26/8/2024).
Kuasa hukum Geram yang lain, Nasrullah menyayangkan pemeriksaan yang dilakukan Polrestabes Semarang hingga malam.
“Padahal pelajar yang ditangkap anak di bawah umur. Maka penyidik juga harus memastikan anak di bawah umur harus diperlakukan sebagaimana mestinya,” ucap Nasrullah.
Ia menambahkan, sesuai aturan, anak di bawah umur tidak boleh diperiksa malam hari.
Para pelajar juga harus didampingi wali atau kuasa hukum dalam proses pemeriksaan.
“Ini yang kami sayangkan,” tuturnya.
Massa aksi dari Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jateng merupakan gabungan dari masyarakat sipil dan mahasiswa di beberapa kampus di Kota Semarang.
Mereka memulai konvoi dari UIN Walisongo dan berakhir di depan Balai Kota Semarang.
Massa aksi demonstrasi ini menuntut beberapa hal, termasuk mengawal PKPU Pilkada, menolak revisi UU TNI/Polri dan pengesahan RUU Perampasan Aset, serta meminta Presiden Jokowi turun dari jabatannya.
(mg/Aliifa Khoiru Rajwa)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret.