Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah mengungkap fakta adanya instruksi untuk mengamankan aset perusahaan negara, PT Timah.
Duduk di kursi terdakwa, suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, dalam persidangan Kamis (29/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung menghadirkan lima saksi dari PT Timah: Direktur Operasional PT Timah periode Februari 2020 sampai Desember 2021, Agung Pratama; Direktur Keuangan PT Timah, Vina Eliyani; Kepala Divisi Akuntansi PT Timah periode September 2017 sampai Oktober 2019, Aim Syafei; Kepala Divisi Akuntansi PT Timah, Dian Safitri; dan Kepala Bidang Akuntansi Keuangan di Divisi Akuntasi PT Timah, Erwan Sudarto.
Dalam persidangan ini, fakta adanya instruksi pengamanan aset diungkap saksi Aim Syafei.
Terungkapnya instruksi pengamanan itu bermula dari pengakuan Aim bahwa PT Timah membeli bijih timah yang berasal dari wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah sendiri.
Saat itu PT Timah membayarkan hasil penambangan bijih timah kepada perorangan maupun perusahaan swasta.
"Tadi, pembelian bijih timah. Itu dibayarkan ke siapa oleh PT timah?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto kepada saksi Aim.
"Kalau berdasarkan catatan kita ada yang ke CV, ada yang ke PT" jawab Aim.
"Apakah ada yang langsung ke masyarakat?" tanya Hakim Eko lagi.
"Itu di 2018 pertengahan ada, Pak," kata Aim.
Baca juga: Respons Propam soal Brigjen Mukti Juharsa Disebut di Sidang Harvey Moeis: Kita Tidak Bisa Mencampuri
"Dari 7 Februari 2018 sampai dengan Februari 2019 pak," kata Aim setelah memastikan dari berita acara pemeriksaannya (BAP).
Pembelian hasil penambangan di wilayah IUP PT Timah itu rupanya berlandaskan pada Instruksi Direksi PT Timah Nomor 030 Tahun 2018.
Aim mengungkapkan bahwa instruksi tersebut secara garis besar berisi perintah untuk mengamankan aset PT Timah.
"Kenapa waktu itu langsung ke masyarakat? Kemudian kok ada yang ke PT atau ke CV?" tanya Hakim Eko.
"Itu ada instruksi, Pak," jawab Aim.
"030?" tanya Hakim Eko, memastikan.
"Ya, 030," kata Aim.
"Jadi instruksi dari siapa? Direksi?" kata Hakim Eko.
"Dari direksi pak. 030 tahun 2018. Instruksinya tentang melaksanakan pengamanan aset bijih timah," ujar Aim.
Instruksi pengamanan aset PT Timah itu berlaku sejak 1 Februari 2018 dan belum pernah dicabut hingga sekarang.
"Jadi berlakunya kapan ini instruksi ini pak, 030?" tanya Hakim Eko.
Baca juga: Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis Ungkap Nego 50 Persen Jatah Ekspor Berujung hanya 5 Persen
"1 Februari 2018, Pak," jawab Aim.
"Tidak pernah dicabut?"
"Ya, Pak."
Hakim kemudian dibuat penasaran terkait urgensi pengamanan aset PT Timah sampai direksi mengeluarkan instruksi khusus.
Saksi Aim mengungkapkan bahwa instruksi diterbitkan direksi karena PT Timah kerap kesusahan dalam urusan pengamanan. Terlebih PT Timah memiliki cakupan wilayah IUP yang luas.
"Sepengetahuan saya memang (PT) Timah itu kesusahan, kesulitaan dalam pengamanan," terang Aim.
"Atau karena saking luasnya?" tanya Hakim Eko.
"Betul, Pak," jawab Aim.
Soal pengamanan itu, Hakim kemudian juga mempertanyakan terkait pihak yang digandeng, termasuk dari Kepolisian
Namun Aim mengklain tidak mengetahui teknis pelaksanaan instruksi pengamanan tersebut.
"Yang mengamankan siapa pak di situ? Kan ada yg di Polres itu pengamanan obyek vital, apakah ada? Apakah PT Timah juga melakukan kerja sama dengan Polda atau Polres?" tanya Hakim Ketua Eko Ariyanto memastikan.
Baca juga: Baru 2 Kali Sidang Harvey Moeis, Nama Jenderal Polisi, Eks Gubernur hingga Eks Kapolda Terseret
"Nah, itu saya kurang tahu, Pak," jawab Aim.
Sebagai informasi, persidangan yang mendudukkan Harvey Moeis sebagai terdakwa ini berkaitan dengan perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.