Untuk upah yang didapat, Giyarto mengaku cukup untuk menghidupi keluarganya di rumah.
“Senang bikin gamelan, jadi kepuasan tersendiri, saya juga senang mendengarkan uyon-uyon (lagu Jawa yang diiringi gamelan),” ujar Giyarto.
Selain Giyarto, ada juga pemuda bernama Nardi (22), dirinya baru sekitar 3 bulan bekerja bersama Fajar.
Dalam memproduksi gamelan, Nardi juga memiliki tugas di bagian finishing.
"Ini pertama kali saya bekerja di bagian produksi gamelan, seru, bisa juga mengerti musik tradisional, dan dapat dibilang ikut serta menjadi bagian melestarikan," katanya.
Bangkit dari Pandemi Covid-19
Cerita ‘babak belur’ akibat pandemi Covid-19 turut serta menyertai perjalanan Fajar dan produksi gamelannya.
Paceklik pesanan, omzet sudah tentu turun, bahkan sampai 40 persen.
Dirinya sempat merugi di awal pandemi, lantaran pesanan-pesanan yang datang sebelum Covid-19 merajalela, harus di-hold saat itu.
Pesanan gamelan itu datang dari beberapa dinas, namun karena pandemi, membuat anggaran dikurangi, sehingga berdampak pada gamelan yang sudah diproduksi Fajar.
“Pandemi Covid-19, jadi cerita tersendiri bagi kami, kami sempat rugi, pesanan sedikit, bahkan merumahkan setengah karyawan, itu hal berat bagi kami,” ujar Fajar.
Namun tak patah arang, Fajar makin mengencangkan promosi lewat online, memanfaatkan media sosial seperti TikTok, Instagram hingga Facebook.
Segala rupa konten untuk sosial media dibuat, hasilnya efektif menambah nilai jual dan memperluas pangsa pasar.
Dirinya juga mendatangi dinas-dinas yang melakukan pengadaan gamelan, hingga mengajukan company profile CV Berkah Bopo.
Pesanan-pesanan pun berdatangan lagi dari dinas hingga perorangan, ada dalang juga seniman.