Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga tersangka kasus dugaan korupsi terkait proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022 menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka yaitu Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi.
Lewat gugatan praperadilan, mereka mempermasalahkan status tersangka yang telah diberikan oleh KPK.
Gugatan praperadilan Ira Puspadewi teregister dengan nomor 80/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Ia mendaftarkan gugatannya pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca juga: Kubu Kuasa Hukum Pegi Anggap Aneh Mengapa Hasil Psikologi Kliennya Dibuka di Praperadilan
Sementara Harry Muhammad Adhi Caksono mengajukan gugatan pada Kamis, 29 Agustus 2024. Teregister dengan nomor 81/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Sedangkan, gugatan Muhammad Yusuf Hadi teregister dengan nomor 82/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Dia mendaftarkan pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hari yang berbeda-beda.
Untuk Ira, sidang perdana dilangsungkan hari ini, Senin (2/9/2024) di ruang 01 PN Jakarta Selatan pukul 10.00 WIB.
Sidang perdana Harry digelar Rabu (4/9/2024) di ruang 01 PN Jakarta Selatan pada pukul 10.00 WIB.
Sementara sidang perdana Yusuf dilangsungkan pada Kamis (5/9/2024), juga di ruang 01 PN Jakarta Selatan pukul 10.00 WIB.
Merespons gugatan yang dilayangkan Ira Puspadewi cs, KPK mempersilakan mereka menggunakan haknya melawan lewat jalur praperadilan.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut, KPK akan menghadapi dan mengawal prosesnya melalui biro hukum sesuai aturan yang berlaku.
Baca juga: Sosok Polisi Baik yang Diacungi Jempol Pegi, Pertama Ucapkan Selamat Menang Praperadilan
"Proses penyidikan yang sedang berjalan tidak terpengaruh dengan laporan tersebut dan masih berjalan sesuai dengan rencana penyidikan yang telah dijadwalkan," kata Tessa, Senin (2/9/2024).
Selain Ira Puspadewi cs, KPK juga menetapkan Pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie, sebagai tersangka.
Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Diketahui, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi di lingkungan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi tersebut, yakni Rp 1,27 triliun.
Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan.
Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi.
Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru.
Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi.
Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.
"Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya.
Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan.
Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi.
Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan.
"Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain," ujat Asep.
Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan. Asalkan, prosesnya tidak menabrak aturan.
Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.
"Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyebrangan kan menumpuk. Tidak menyukupilah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya," kata Asep.