Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Pengawasan Tambang dan Pengangkutan PT Timah Tbk, Musda Anshory mengaku dipecat perusahaannya lantaran melaporkan adanya penerimaan bijih timah dari hasil kegiatan tambang ilegal.
Hal itu diungkapkan Musda ketika dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Ardiansyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (2/9/2024).
Pernyataan Musda bermula ketika tim kuasa hukum Harvey Moeis bertanya soal alasan eks pegawai PT Timah itu mendapat pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari jabatannya.
"Kenapa itu di PTDH pak?" tanya tim kuasa hukum Harvey.
"Kronologisnya karena ada penerimaan SPK (Surat Perintah Kerja) pengangkutan juga pak. Padahal unit kerja kita itu kan untuk CSD ke Washing Plan," kata Musda dalam sidang.
Baca juga: Eks Pegawai PT Timah Ungkap Tambang Ilegal Kian Masif Setelah Ada Kerja Sama dengan 5 Smelter Swasta
Meski mengaku tak tahu persis alasan PT Timah melakukan PTDH, ia menduga hal itu bermula saat dirinya menemukan adanya biji timah sebanyak 68 Ton SN yang mengandung terak.
Musda pun menyebut bahwa dirinya saat itu melaporkan hal tersebut kepada PT Timah dan mengajukan rotasi.
"Jadi di situ saya mengajukan rotasi namun tidak diterima," ucapnya.
Baca juga: Sidang Harvey Moeis Ungkap Instruksi 030 Pengamanan Aset PT Timah
Kemudian lantaran tugasnya saat itu sebagai Kepala Pengawasan Tambang, Musda juga melihat adanya selisih penerimaan SPK pengangkutan bijih timah.
"Karena pada saat itu kita bikin tim untuk melakukan apa sampai saya kawal pengiriman itu, sampai saya dituduh mengubah (dokumen) sampel," jelas Musda.
Akan tetapi menurut Musda sampai saat ini apa yang dituduhkan terhadap dirinya tidak pernah bisa dibuktikan walaupun ia sampai dilaporkan ke Polda Bangka Belitung.
Bahkan hingga saat ini juga kasusnya tersebut masih mengambang di kepolisian lantaran berkas perkaranya tak kunjung lengkap atau P21.
"Jadi terakhir itu tidak ditemukan apa yang terjadi pemalsuan dokumen sampai empat tahun ini di Polda itu tidak di SP3-kan sampai saat ini, tidak bisa dijadikan P21 kan sampai hari ini pak," ungkapnya.