TRIBUNNEWS COM, JAKARTA - Pemerintah menyatakan skema hilirisasi industri tambang mampu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan membuka banyak lapangan pekerjaan.
Meski demikian, kasus kecelakaan kerja yang berulang kali terjadi di industri yang bergerak di bidang tambang nikel berbanding terbalik dengan janji kesejahteraan yang ditawarkan pemerintah.
Baca juga: UU Cipta Kerja Mulai Dikeluhkan Pengusaha, Bikin Proses Perizinan Jadi Rumit
Organisasi masyarakat sipil menerima laporan mengenai karut marut perburuhan dari sistem ketenagakerjaan yang inkonsisten.
Mulai dari proses perekrutan yang tidak transparan, fleksibilitas mutasi buruh, instabilitas kontrak kerja, hingga sistem kerja yang memaksa untuk mengambil lembur agar menerima upah layak. Dalam proses perekrutan sebuah perusahaan tambang berperan sebagai penyalur tenaga kerja untuk perusahaan yang beroperasi dalam kawasannya.
Artinya semua hal yang berkaitan dengan sistem ketenagakerjaan sangat tersentralisasi. Akibatnya, memicu fleksibilitas mutasi buruh atau pemindahan buruh antarperusahaan dan instabilitas kontrak kerja yang berdampak pada kondisi psikososial buruh.
Baca juga: Ciptakan Hubungan Industrial yang Adil, PKS Tetap Tolak UU Cipta Kerja
Catur Widi dari Rasamala Hijau Indonesia mengatakan, buruh mengalami penurunan kondisi psikososial karena harus terus melakukan penyesuaian tempat kerja akibat berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain secara sporadis. Selain itu, tidak terdapat dokumen pemindahan yang komprehensif, perusahaan sekadar menyediakan formulir pemindahan yang harus ditandatangani buruh.
Mereka sulit menolak pemutasian sebab akan menerima ancaman pemotongan upah atau dipaksa untuk mengundurkan diri. Kondisi kerja semacam itu membuat buruh sulit memiliki daya tawar ketika berhadapan dengan perusahaan karena tidak mengetahui kondisi kerja yang layak dan ideal.
"Mereka menerapkan sistem manajemen terpadu. Ini berbeda dengan yang tertuang dalam PP Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri dan PP No.20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri. Izin yang diberikan ke perusahaan kawasan industri adalah Izin Usaha Kawasan Industri yang regulasinya hanya mencakup pengelolaan dan pengembangan kawasan, tapi tidak melakukan pengelolaan ketenagakerjaan untuk perusahaan yang beroperasi di dalamnya," kata Catur Widi dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Sabtu(7/9/2024).
Sebagai perbandingan lanjut Catur Kawasan Jababeka MM2100 hanya mengelola kawasan industri, memberi sewa untuk perusahaan dalam kawasan, dan menyediakan infrastruktur.
Kebijakan mutasi juga diduga untuk melanggengkan pengupahan rendah sebab meniadakan promosi dan pengupahan berdasarkan masa kerja. Upah pokok di salah satu perusahaan tambang nikel di Morowali mencapai Rp3.000.000-Rp3.620.000. Upah Minimum Kabupaten (UMK) Morowali yaitu Rp3.489.319.
Untuk menerima upah yang layak buruh harus mengambil lembur di tengah kondisi pekerjaan yang berisiko tinggi. Jika buruh mengambil izin sakit, maka akan menerima pemotongan upah atau pemotongan performa kerja. Jam kerja panjang yang bisa mencapai 12 hingga 24 jam menimbulkan kondisi kerja yang tidak ideal. Apalagi buruh bekerja dengan alat besar di suhu panas dan terpapar bahan kimia, sementara Alat Pelindung Diri (APD) dinilai belum memadai oleh buruh.
"Situasi itu menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya kecelakaan kerja," kata Catur.
Menurut pemantauan Trend Asia melalui sumber terbuka, kasus kecelakaan kerja yang terjadi di kawasan tambang nikel di Morowali selama tahun 2015-2022 mencapai 18 insiden, terdapat 15 korban meninggal dunia dan 41 luka-luka.
Baca juga: Partai Buruh: Kami akan Cari Keadilan di Jalan Jika Gugatan UU Cipta Kerja Tak Dikabulkan MK
Sedangkan kasus kecelakaan kerja di seluruh wilayah industri nikel di Indonesia selama 2015-2023 mencapai 93 insiden dengan 91 korban jiwa dan 158 korban luka-luka. Sayangnya, pemerintah belum memberikan sanksi kepada perusahaan walaupun korban terus berjatuhan di sektor industri nikel.
"Kesejahteraan yang dijanjikan hilirisasi hanya ilusi. Di Kabupaten Morowali hampir setiap hari terjadi kecelakaan kerja, tetapi tidak menerima sorotan nasional. Ambulans setiap hari berlalu-lalang merujuk korban kecelakaan kerja ke klinik maupun rumah sakit daerah. Kecelakaan adalah sesuatu yang tidak terprediksi. Namun, kasus kecelakaan yang terus terjadi di tempat itu adalah sistemik. Sebab ada pengabaian atas kondisi hingga fasilitas kerja yang layak. Jika ada femisida dan genosida, ini bisa disebut laborsida atau pembunuhan terhadap buruh secara sistemik," ujar Aziz Dumpa, Direktur LBH Makassar.
Juru Kampanye Trend Asia Novita Indri menambahkan, kesejahteraan yang dijanjikan oleh hilirisasi tidak bisa dinilai sekadar dari aspek ekonomi semata. Sebab keuntungan hanya diterima oleh perusahaan, sedangkan buruh, masyarakat setempat, dan lingkungan yang menjadi korban.
Diketahui perusahaan tambang nikel di Morowali memproduksi komponen baterai kendaraan listrik, primadona utama pasar otomotif dunia saat ini. Kendaraan listrik juga sedang gencar didorong sebagai salah satu solusi untuk mengentaskan krisis iklim.
Akan tetapi, kendaraan yang disebut bebas emisi itu meninggalkan jejak-jejak kotor di wilayah pertambangan nikel.
"Pemerintah mengatakan jika hilirisasi konsisten dilakukan, maka dalam 10 tahun pendapatan per kapita masyarakat Indonesia bisa mencapai Rp153 juta dan 15 tahun tembus Rp217 juta. Tapi, upah yang diterima oleh buruh tampak tinggi karena disokong oleh berbagai tunjangan. Kenyataannya upah pokok masih rendah. Upah itu juga berbanding jauh dengan harga bahan pokok dan BBM yang mahal di Bahodopi, Morowali," kata Novita Indri.
Pasalnya lanjut Novita Indri, sektor pertanian dan perikanan telah dibabat untuk pembangunan industri dan sekarang harus menerima bahan pokok dari wilayah lain, misalnya dari Sulawesi Selatan, yang akan memakan ongkos lebih banyak lagi.
Diskriminasi dan kekerasan berbasis gender juga terjadi di perusahaan tambang nikel di Morowali. Ada 91.581 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan 11.615 Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di perusahaan-perusahaan dalam kawasannya. Mayoritas pekerjanya adalah laki-laki.
Dalam temuan lapangan, buruh perempuan umumnya bekerja di control room, tetapi diberikan beban kerja ganda sebab mereka juga diminta untuk membantu pekerjaan di ranah produksi. Akan tetapi, ada disparitas upah antara buruh perempuan dan buruh laki-laki.
Sejak dalam proses perekrutan, buruh perempuan sudah mengalami diskriminasi gender. Perekrutan melalui jalur penyalur tenaga kerja atau perusahaan yang menghubungkan calon pekerja dengan perusahaan di kawasan industri melakukan praktik jual beli pekerjaan yang menuntut biaya lebih mahal untuk buruh perempuan dengan alasan sulit mencari posisi pekerjaan untuk perempuan.
Catatan yang lebih kritis ialah nihilnya sanksi yang diberikan perusahaan kepada pelaku kekerasan maupun pelecehan seksual. Perusahaan cenderung mendorong penyelesaian secara "damai" untuk kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di lingkup perusahaan. Perusahaan tidak menyediakan ruang aman dan nyaman untuk buruh perempuan.
Hal ini juga merambah ke hak-hak dasar, seperti sulitnya mengambil cuti haid hingga tidak ada ruang laktasi bagi ibu menyusui. Dari beberapa cerita buruh perempuan, jatah cuti melahirkan ialah tiga bulan.
Namun, anak-anak mereka harus putus ASI, sekitar usia dua bulan atau setelah ibu mereka kembali bekerja sebab perusahaan tidak menyediakan fasilitas yang memadai dan mempermudah kerja perawatan untuk ibu menyusui.
"UU Ketenagakerjaan mengakui hak-hak reproduksi perempuan. Namun di lapangan, kesulitan buruh untuk mengambil cuti haid akibat proses birokrasi yang sangat rumit juga dirasakan oleh banyak buruh perempuan di berbagai industri. Selain itu, ancaman terjadi pelecehan dan kekerasan seksual selalu ada ketika jumlah buruh perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. Apalagi jika mereka bekerja shif malam, kerentanan itu semakin nyata. Buruh perempuan sulit melapor. Mereka lebih memilih untuk mengundurkan diri karena menerima ancaman dari atasan dan pelaku. Penyelesaian yang diambil perusahaan juga jalur 'kekeluargaan' agar tidak mencemari nama perusahaan. Ini pola yang terjadi di banyak industri," ujar Emelia Yanti Siahaan, Sekjen Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).
Baca juga: Sidang UU Cipta Kerja di MK, Ahli Sebut Banyak Ketentuan Aneh Imbas Negara Lebih Dekat ke Pengusaha
Efek Buruk UU Cipta Kerja
Kehadiran perusahaan besar di sebuah daerah selama hampir satu dekade mengubah wajah sebuah wilayah. Salah satu yang cukup mentereng ialah perihal lalu-lintas, seperti kemacetan panjang di jalur Trans Sulawesi yang berlubang seperti kubangan. Kemacetan itu dipicu oleh lonjakan jumlah penduduk yang datang ke Morowali, baik untuk berdagang maupun bekerja.
Akan tetapi, peningkatan tersebut tidak diiringi dengan infrastruktur jalan yang memadai, transportasi publik, hingga sanitasi, seperti pengelolaan sampah.
Kondisi itu mengindikasikan kualitas hidup yang rendah. Walaupun, industri nikel didukung oleh program hilirisasi Presiden Joko Widodo yang bertujuan meningkatkan ekonomi nasional, angka kemiskinan tetap tinggi di provinsi penghasil nikel.
Data BPS Juli 2023 menunjukkan peningkatan angka kemiskinan di provinsi penghasil nikel dari tahun 2022 hingga 2023. Sulawesi Tenggara naik dari 11,27 persen menjadi 11,43 persen, Sulawesi Tengah dari 12,30 persen menjadi 12,41 persen, dan Maluku Utara dari 6,37 persen menjadi 6,46 persen.
Sunarno, Ketua Umum KASBI mengatakan, sengkarut yang terjadi di Morowali berakar dari UU Cipta Kerja. Industri nikel di sana kemudian disebut sebagai program kepentingan publik dengan status Program Strategis Nasional (PSN). Akan tetapi, sebelum UU Cipta Kerja hadir di lanskap hukum, kepentingan publik mencakup kesehatan dan pendidikan.
Dalam konteks perburuhan, UU Cipta Kerja mendorong fleksibilitas tenaga kerja yang mengeksploitasi buruh lewat manipulasi perjanjian kerja dan pengupahan.
Buruh semakin sulit untuk mengambil hak-hak dasar mereka. Selain itu, laporan ini juga menemukan bahwa buruh menilai fasilitas yang diberikan perusahaan masih belum cukup untuk menjamin kondisi kerja yang adekuat. Respons cepat dari layanan kesehatan masih minim. Berkaca dari peristiwa ledakan smelter PT ITSS, Desember 2023, korban dirujuk ke rumah sakit menggunakan truk.
Selain itu, keterbatasan armada transportasi yang berdampak pada efektivitas waktu kerja dan istirahat hingga minimnya halte bus yang memadai juga menjadi catatan kritis dari buruh. Pasalnya, hal itu menciptakan kondisi darurat bagi buruh perempuan sebab rentan terjadi kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
"Omnibus law cipta kerja mencita-citakan lapangan pekerjaan, tapi kondisi buruh tidak terjamin dari segi K3. Proyek ini sangat diistimewakan, tapi pelanggarannya dianggap biasa saja. Jika pekerja menerima perlakuan yang tidak adil, maka mereka dipaksa untuk memaklumi itu. Karena itu, kita harus melakukan advokasi yang lebih sistematis. Serikat pekerja bisa menjadi penengah aspirasi buruh dan beraliansi bersama untuk menyikapi berbagai pelanggaran di sana," pungkas Sunarno.