TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalihkan penanganan kasus dugaan gratifikasi jet pribadi putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Jika sebelumnya sempat ditangani Direktorat Gratifikasi, maka kini ditangani ke Direktorat Laporan dan Pengaduan Masyarakat (Dumas).
"Jadi kita hanya mengalihkan penanganan kepada direktorat yang sudah memiliki SOP (standard operating procedure) dalam penanganan ini, bukan menghentikan soal penanganan ini," kata Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/9/2024).
Baca juga: Gaya Hidup Kaesang dan Erina Disebut seperti OKB, Jet Pribadi Hanya Gambaran Kecil
Mantan Hakim Pengadilan Tipikor itu mengatakan, pemindahan penanganan dari Direktorat Gratifikasi ke Direktorat PLPM itu tidak berarti KPK tidak memiliki kewenangan mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
"Bukan berarti KPK tidak mempunyai kewenangan di dalam penanganan perkara ini," ujar Nawawi.
Pada kesempatan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyatakan pemindahan penanganan jet pribadi Kaesang dari Direktorat Gratifikasi ke Direktorat PLPM bukan karena lembaganya diintervensi.
Alex mengatakan, pemindahan itu dilakukan berdasarkan rapat di internal KPK.
"Enggak ada, maksudnya dari luar intervensi KPK? Saya pastikan enggak ada,” kata Alex saat ditemui awak media di Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).
Sebelumnya, warganet ramai-ramai mengulik informasi pesawat jet Gulfstream G650ER yang digunakan Kaesang dan istrinya, Erina Gudono ke Amerika Serikat.
Penggunaan jet itu diketahui dari sejumlah unggahan di media sosial Erina dan pelacakan melalui situs pemantau penerbangan.
Publik mempertanyakan apakah penggunaan jet itu merupakan gratifikasi atau sewa. Jika sewa, publik mempertanyakan sumber uang Kaesang untuk membayar biaya sewa pesawat jet pribadi yang ditaksir mencapai Rp8,7 miliar.
Baca juga: PDIP Soroti Budi Arie Bela Kaesang: Menkominfo Digaji Bukan untuk Jadi Jubir Keluarga Presiden
KPK sempat menyatakan akan meminta klarifikasi dari Kaesang melalui Direktorat Gratifikasi. Namun, lembaga antirasuah membatalkan rencana klarifikasi atas dugaan gratifikasi itu karena kini ditangani Direktorat PLPM.
PDIP tuding KPK diskriminasi
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengkritisi sikap KPK yang tak kunjung memanggil Kaesang Pangarep guna mengklarifikasi dugaan gratifikasi fasilitas jet pribadi.
Hasto mengatakan dalam membentuk negara kekuasaan, para pendiri bangsa menyadari pentingnya hukum sebagai fondasi.
Namun, kata dia, saat ini terjadi penggunaan hukum sebagai alat kepentingan politik pihak tertentu.
"Tetapi ketika sudah masuk kepentingan keluarganya tiba-tiba ada Juru Bicara KPK yang mengatakan dia bukan PNS, dia bukan pejabat negara," kata Hasto dalam sebuah acara di Komunitas Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (12/9/2024) malam.
Baca juga: Ketika Kaesang dan Erina Bungkam soal Jet Pribadi, Namun Putra Bungsu Jokowi Itu Ramai-ramai Dibela
Hasto membandingkan ketika ia beberapa kali dipanggil KPK untuk melakukan klarifikasi meskipun bukan pejabat negara.
"Saya bukan PNS, bukan pejabat negara juga diperiksa buktinya, iya kan. Tetapi kata Bung Karno, itu bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita," ujarnya.
Dia juga bercerita ketika ia bersama Wasekjen DPP PDIP bidang Kesekretariatan, Yoseph Aryo Adhi Dharmo dipanggil dalam kasus dugaan suap proyek jalur kereta api pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub.
"Saya tiba-tiba dipanggil dua kali oleh KPK. Saya ditanya ada duit enggak ke saya? Tidak ada. Ada duit enggak ke Pak Adhi? Enggak ada. Ada duit enggak ke partai? Enggak ada," ucap Hasto.
Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) ini mengaku heran perbedaan perlakuan KPK terhadap dirinya dan Kaesang.
"Lho kok buat apa dipanggil? Sementara nyata-nyata ada pesawat yang keliatan jet seperti itu tidak dipanggil sampai saat ini dengan alasan (bukan) PNS dan kemudian bukan pejabat negara," tutur Hasto.
Baca juga: Ketika Kaesang dan Erina Bungkam soal Jet Pribadi, Namun Putra Bungsu Jokowi Itu Ramai-ramai Dibela
Hasto menilai perbedaan perlakuan KPK terhadap ia dan Kaesang adalah bentuk diskriminasi.
"Itu kan diskriminasi yang luar biasa, ketidaksetaraan yang luar biasa di dalam praktik hukum itu sendiri," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Kaesang bukan penyelenggara negara sehingga tidak wajib untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.
Menurut Ghufron, seseorang yang memiliki kewajiban untuk melaporkan penerimaan gratifikasi hanya ditujukan bagi penyelenggara negara, seperti bupati, wali kota, dan gubernur. (Kompas.com/Tribunnews)