News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wantimpres atau Dewan Pertimbangan Agung, Mana Lebih Efektif? Berikut Penjelasan Pakar Hukum

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo saat melantik Dewan Pertimbangan Presiden periode 2019-2024. Foto ini diambil pada waktu pelantikan, tahun 2019 silam.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Henry Indraguna menjelaskan soal efektifitas Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Jika merujuk pada latar belakang pembubaran DPA saat itu ada beberapa faktor, salah satunya dianggap sangat tidak efisien.

"Pembentukan lembaga-lembaga baru menyebabkan arah dan tujuan DPA menjadi tidak jelas. Sementara lembaga baru Watimpres memiliki fungsi, tugas, dan wewenang lebih jelas," kata dia kepada wartawan, Minggu (15/9/2024).

Menurut Henry Indraguna, penghapusan Lembaga DPA yang diwacanakan dihidupkan kembali seperti era Orde Baru, tentu tidak kemudian secara otomatis menghilangkan fungsi memberikan pertimbangan kepada presiden.

Sebagai gantinya, amandemen keempat UUD 1945 mengubah pasal 16 menjadi pembentukan "suatu dewan pertimbangan."

Dijelaskannya, pasal 16 UUD NRI 1945 mengatur, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

"Jadi fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efesien secara teknis," katanya.

Prof Henry Indraguna berpendapat, DPA menjadi tidak efektif karena dalam praktiknya tidak lagi menjadi sejajar dengan lembaga Presiden.

DPA yang seharusnya menjadi salah satu alat kontrol kekuasaan justru menjadi subordinat Presiden.

"Nah, ketika DPR RI sudah mampu mengembalikan marwahnya sebagai alat kontrol kekuasaan dengan tiga fungsi yang mereka miliki, maka DPA otomatis tak dibutuhkan kembali. Wantimpres menjadi lebih efisien karena secara berkala mengkaji, mengevaluasi kondisi sosial di masyarakat," paparnya.

Hasil kajian tersebut kemudian dijadikan masukan, pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang diambil Presiden.

Lanjut Prof Henry Indraguna, keputusan revisi UU Wantimpres yang batal mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA patut diapresiasi.

"Perubahan nomenklatur kan harus dikembalikan juga pada filosofinya. Kalau menjadi DPA, harus dipahami tugas dan fungsi DPA sebagaimana filosofi pembentukannya dulu. Jika sekarang nomenklatur diubah menjadi Wantimpres RI, yakni dengan menambahkan RI di dalamnya, ini juga menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem Presidensil," pungkas Henry Indraguna.

Belakangan ini upaya menghidupkan DPA sempat menjadi perbincangan hangat para politisi.

Tak sedikit yang menyebut bahwa upaya itu sebagai kode untuk mengakomodir kepentingan Presiden Joko Widodo semata ketika sudah tak jadi Presiden.

Baru-baru ini, Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi DPR dan pemerintah, menyepakati perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Wantimpres Republik Indonesia atau Wantimpres RI.

Hal ini sekaligus membatalkan usulan DPR yang mengusulkan perubahan Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). 

Kesepakatan tersebut diputus dalam usulan Rancangan Undang-Undang Wantimpres yang dibahas rapat Panja Baleg DPR pada Selasa, 10 September 2024.

Mayoritas fraksi partai politik di DPR turut mendorong perubahan usulan nomenklatur ini. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini