Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pegawai PT Antam Tbk Ahmad Purwanto, Endang Kumoro dan Misdianto disebut menerima masing-masing Rp 150 juta dari broker Eksi Anggraeni.
Uang tersebut merupakan hasil dari penjualan emas seberat 152 kilogram di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01.
Adapun hal itu diungkapkan Vice President (VP) Operation Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam periode 2017-2023, Andik Julianto saat bersaksi untuk terdakwa crazy rich, Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggali keterangan Andik soal adanya kekurangan emas di BELM Surabaya 01.
Terkait hal ini Andik membenarkan bahwa di Butik penjualan itu sebanyak 100 kilogram emas dikabarkan telah hilang.
Baca juga: Saksi Ungkap Surat Keterangan Wajib Serahkan 1,136 Ton Emas ke Budi Said Bukan Surat Resmi PT Antam
Andik bilang informasi tersebut pertama kali ia dapat dari Abdul Hadi Avicena yang kala itu menjabat sebagai General Manager PT Antam Tbk.
"Jadi memang di akhir Desember (2018) tanggal 20-an saya dipanggil pagi-pagi oleh Pak GM, kemudian di ruangan tersebut sudah ada Pak Yosep. Kemudian diberi kabar bahwa kita ada kabar buruk. Saya tanya apa itu pak? Kita kehilangan emas 100 kilo," kata Andik.
Mendengar kabar tersebut, Andik mengaku dirinya cukup terkejut.
Baca juga: Sidang Crazy Rich Budi Said, Saksi Sebut Batas Pembelian Emas di Butik PT Antam Maksimal Rp 2 Miliar
Pasalnya sebelumnya ia sudah memberi perintah bahwa emas tersebut seharusnya dipindahkan ke UBPP LM Pulo Gadung untuk persediaan stok.
"Ternyata barangnya sudah tidak ada. Dari situ Pak GM mengira kehilangan karena laporannya saudara Ahmad Purwanto juga kehilangan," katanya.
Andik yang merasa punya tanggung jawab penuh dengan persediaan stok produk emas pun merasa tidak puas dengan adanya kehilangan tersebut.
Lantas ia pun meminta agar Ahmad Purwanto dihadirkan guna memberikan keterangan lebih lanjut.
"Dipanggil Pak Ahmad Purwanto anak buahnya Pak Yosep. Saya tanya mengenai kehilangan, saya tanya berulang-ulang jawabnya tidak konsisten Pak. Di situ saya punya feeling 'gak bener nih'," ungkapnya.
Lantaran memberi jawaban yang berbelit, Andik langsung memberi pertanyaan tegas kepada Purwanto terkait hilangnya emas tersebut.
"Kemudian langsung saya tembak aja kamu terima berapa?" ke Pak Ahmad Purwanto. Beliau menjawab jujur, dapat Rp 150 juta," ucap Andik.
Imbas kejadian tersebut, Andik pun langsung melaporkan hal ini ke internal perusahaanya hingga menonaktifkan Kepala BELM Surabaya 01 Endang Kumara lantaran adanya indikasi kerugian.
Tak berhenti di situ, Jaksa pun mendalami terkait sosok-sosok mana lagi yang terlibat dalam peristiwa hilangnya ratusan kilogram emas tersebut.
Jaksa bertanya mulai dari siapa sosok customer yang melakukan transaksi hingga pemberi uang Rp 150 juta ke Ahmad Purwanto.
"Pada saat itu saya belum tahu. Karena saya tidak mengikuti jual beli emas Pak, saya hanya memproduksi emas. Hanya saja Ahmad Purwanto menjelaskan dia dapat uangnya dari Eksi dan Eksi itu siapa saya tidak tahu Pak," jelas Andik.
Lebih jauh, Andik menyebut bahwa proses klarifikasi pun tak berhenti di sosok Ahmad Purwanto melainkan juga terhadap Endang Kumara dan Misdianto selaku staf bagian administrasi kantor atau back office PT Antam.
Pada saat dilakukan pemeriksaan, Endang dan Misdianto akhirnya mengaku bahwa mereka mendapat sesuatu dari penjualan emas tersebut.
Hanya saja ketika ditanya mengenai inisiatif siapa mereka melakukan itu, keduanya tak menjawab.
"Cuma Pak Purwanto yang bilang itu ide sama-sama, biarpun saya gak percaya yang jelas tiga-tiganya bermain disitu," kata dia.
Ketika ditelusuri lebih jauh kemudian diketahui bahwa praktik kotor itu bermula dari adanya kesempakatan pinjam-meminjam emas dengan Eksi Anggraeni.
Pada saat itu dalam setiap pembelian emas, Eksi diketahui mendapat pinjaman emas melebihi daripada jumlah emas yang dibeli.
"Jadi kalau Eksi belinya 10 kilo dikasihnya 15 kilo, 5 kilonya dipinjamkan. Tapi pas stok opname janjinya pasti kembali, makanya pas stok opname pas (jumlahnya). Namun pas bulan September itu terjadi peminjaman lagi dan gak balik emasnya, gak balik sekitar 50 kiloan," jelasnya.
"Tidak memberikan laporan sebenarnya, bilangnya tidak ada selisih sehingga berlanjut ke bulan Desember dan itu minusnya lebih tinggi lagi dan emasnya gak balik," sambungnya.
Andik pun menyebut bahwa Ahmad Purwanto, diduga Endang serta Misdianto diketahui telah melakukan praktik itu sejak April 2018.
Hal itu pun kata Andik diketahui berdasarkan pengakuan Purwanto yang menyebut bahwa dirinya menerima uang sejak April 2018 tersebut.
"Kalau dari pengakuan Pak Ahmad Purwanto beliau mendapatkan uang itu dari April 2018, mulai dilakukan bulan-bulan itu," pungkasnya.
Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun
Terkait hal ini sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.
Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.
Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara berkongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.
"Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas PT Antam Tbk," kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan Budi Said.
Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.
Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.
Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih).
Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.
"Sehingga terdakwa Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa," kata jaksa.
Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.
Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes oleh Budi Said.
"Terdakwa Budi Said secara sepihak menyatakan terdapat kekurangan serah emas oleh PT Antam dengan cara memperhitungkan keseluruhan pembayaran emas yang telah dilakukan oleh terdakwa Budi Said sebesar Rp 3.593.672.055.000 untuk 7.071 kilogram namun yang diterima oleh terdakwa Budi Said baru seberat 5.935 kilogram, sehingga terdapat kekurangan serah emas kepada Terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram," ujar jaksa.
Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.
Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.
"Bahwa sesuai data resmi PT Antam Tbk dalam harga harian emas PT Antam sepanjang tahun 2018 tidak ada harga emas sebesar Rp 505.000.000 per kg sebagaimana diakui terdakwa sebagai kesepakatan harga transaksi," ujar jaksa.
Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.
"Sehingga tidak terdapat kekurangan serah Emas PT Antam kepada terdakwa Budi Said dengan total 1.136 kilogram," katanya.
Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).
"Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram atau senilai Rp 92.257.257.820 atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut," kata jaksa penuntut umum.
Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
"Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kilogram emas atau setara dengan Rp 1.073.786.839.584," ujar jaksa.
Dengan demikian, Budi Said dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.