News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

DPR RI Sahkan Revisi UU Wantimpres Jadi Undang-undang, Ini Tanggapan Pakar Hukum

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Paripurna ke-VII masa persidangan I tahun sidang 2024-2025, pada hari ini Kamis (19/9/2024). Dalam rapat ini, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Kamis (19/9/2024). 

Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-VII masa persidangan I tahun sidang 2024-2025, pada hari ini. 

Pakar hukum Prof Dr Henry Indraguna mengapresiasi DPR yang telah mengesahkan RUU Nomor 19/2006 terkait terbentuknya Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

"Jadi fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efisien secara teknis. Hasil kajian dan masukan dari Wantimpres menjadi pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang diambil oleh Presiden," terang Prof Henry Indraguna melalui pesan tertulis, Kamis (19/9/2024).

Hal ini sejalan dengan kebutuhan akan lembaga penasihat yang mampu memberikan perspektif yang multidimensi terhadap berbagai isu yang dihadapi negara.

Rekomendasi yang dimaksud dilakukan oleh Wantimpres melalui proses kajian mendalam serta analisis yang berkualitas, sebagai landasan bagi Presiden dalam mengambil keputusan-keputusan strategis. 

“Wantimpres menjadi lembaga yang mampu memberikan rekomendasi strategis,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Kamis (19/9/2024). 

Rapat Paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus.

Awalnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Wihadi Wiyanto menjelaskan, laporan hasil revisi UU Wantimpres. Setidaknya, ada 8 perubahan dalam UU Wantimpres tersebut.

Poin-poin perubahan UU Wantimpres itu yakni; 

Perubahan nama lembaga dari Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia; 

Perubahan pasal 2 terkait tanggung jawab Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia kepada presiden dan Dewan Pertimbangan Republik Indonesia merupakan lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UU ini; 

Perubahan pasal 7 ayat 1 terkait komposisi dewan pertimbangan presiden republik Indonesia yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota dan beberapa anggota yang jumlahnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. 
 
Kemudian, Syarat untuk menjadi anggota Wantimpres ditambahkan dengan huruf g terkait tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; 

Penambahan ayat 4 dalam pasal 9 terkait dengan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia merupakan pejabat negara; 

Penyesuaian rumusan pasal 12 huruf b dan penjelasannnya terkait dengan istilah pejabat manajerial dan non manajerial yang disesuaikan dengan Undang-Undang yang mengatur tentang aparatur sipil negara; 

Selanjutnya, penambahan rumusan lembaran negara dan tambahan lembaran negara pada pasal 2 angka 2 dan 8 penambahan ketentuan mengenai tugas dan peninjauan terhadap pelaksanaan undang undang pasal II;

Draf RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, sebagaimana yang telah disampaikan. 

Setelah itu, Lodewijk meminta persetujuan kepada seluruh peserta rapat untuk mengesahkan Revisi UU Wantimpres tersebut menjadi Undang-Undang.

"Apakah Rancangan Undang -Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, dengan menyempurnakan rumusan sebagaimana di atas apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" kata Lodewijk.

"Setuju," jawab peserta rapat.

Disahkannya UU Wantimpres ini sekaligus menyudahi perdebatan rencana menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA).  

Upaya menghidupkan DPA ini sempat menjadi sorotan, karena dinilai sebagai kode untuk mengakomodasi kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semata ketika sudah lengser.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas meyebutkan bahwa pemerintah pada prinsipnya memahami dan mendukung sepenuhnya penyusunan RUU Wantimpres.

"Peran Wantimpres menjadi krusial sebagai sumber pandangan dan saran yang independen dan strategis. Dengan demikian, perubahan ini diharapkan mampu memperkokoh kedudukan Wantimpres,” ungkapnya saat memberikan pendapat akhir pemerintah dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Ia menjelaskan, penyusunan RUU tersebut diusulkan dengan tujuan mengoptimalkan fungsi dan peran strategis Wantimpres sebagai lembaga yang memberikan masukan serta pertimbangan kepada Presiden.

Penguatan ini juga mencakup penyesuaian terhadap tantangan-tantangan baru yang dihadapi oleh negara, terutama dengan kondisi penyelenggaraan pemerintahan yang semakin dinamis dan kompleks.

Wantimpres diharapkan dapat menjadi mitra utama dalam memberikan rekomendasi yang konstruktif dan relevan. 

Nasihat yang diberikan harus mencakup berbagai dimensi strategis yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, hukum, dan keamanan, guna membantu perumusan kebijakan pemerintah.

Lebih lanjut, Anas mengungkapkan bahwa pemerintah  melihat pentingnya memperkuat koordinasi lintas sektor melalui Wantimpres. 

Peran yang dapat diambil oleh Wantimpres adalah mitra yang solid dalam memberikan pandangan-pandangan strategis yang memperkuat koordinasi sektor ekonomi, sosial, maupun politik.

Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan tidak hanya relevan secara sektoral, namun juga integratif dan berkelanjutan.

“Kami meyakini dengan disahkannya RUU ini, kita telah melangkah maju dalam memperkuat institusi penasihat Presiden yang lebih responsif dan relevan dalam menghadapi berbagai tantangan kini dan masa depan,” pungkas Anas.

Sumber: TRIBUN BANTEN

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini