News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perempuan dengan Disabilitas Rentan Mengalami Kekerasan dan Diskriminasi

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puncak acara  rangkaian program FeminisThemis Academy 2024 yang berlangsung selama 3 bulan program berjalan dan lebih dari 150 teman Tuli mendapatkan edukasi tentang hak perempuan Tuli untuk hidup lebih aman, adil, dan setara melalui pengetahuan tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Bahasa Isyarat Internasional diperingati setiap tanggal 23 September menjadi momentum untuk mendorong pemenuhan hak-hak asasi individu tuli, identitas bahasa dan keragaman kultural komunitas tuli serta pentingnya platform bagi individu tuli untuk menyampaikan gagasan mereka. 

Tidak terpenuhinya hak-hak untuk berbahasa isyarat ini mengakibatkan muncul bentuk ketidakadilan dan diskriminasi masih kerap dialami oleh para individu tuli, khususnya perempuan Tuli.

Berdasarkan catatan Yayasan Sapda melalui Catahu Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) melaporkan 81 KBGD di sepanjang tahun 2022 dan perempuan tuli adalah penyintas terbanyak, yaitu 31 kasus, disusul penyandang disabilitas mental sebanyak 22 kasus.

Baca juga: Bahasa Isyarat Perlu Dipelajari Semua Orang Agar Tidak Ada Lagi Diskriminasi

Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI (KND RI), Rachmita Maun Harahap mengatakan,  secara hukum perempuan dengan disabilitas berhak mendapatkan perlindungan yang lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.

"Namun nyatanya, mereka memiliki kerentanan berlapis pada kekerasan serta diskriminasi," kata Rachmita Maun Harahap dalam keterangannya di sela-sela program workshop FeminisThemis Academy 2024 hasil kerjasama dari FeminisThemis, Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia dan Unilever Indonesia belum lama ini.

KND RI, kata Rachmita akan terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan advokasi terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia termasuk hak para perempuan tuli untuk mendapatkan hak edukasi kesehatan seksual dan reproduksi.

"Namun upaya ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk komunitas seperti FeminisThemis dan pelaku usaha seperti Unilever Indonesia," katanya.

Nissi Taruli Felicia Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis mengatakan, selama Program ‘FeminisThemis Academy 2024 ada 3 tantangan yang dihadapi.

Pertama tidak terpenuhinya hak bahasa syarat

Bahasa Isyarat belum diajarkan sejak dini di ruang lingkup keluarga, terutama di tengah keluarga dengar bahkan di kebanyakan sekolah luar biasa, anak tuli masih diajarkan untuk membaca bibir dan didorong untuk belajar layaknya orang dengar. 

"Akhirnya, banyak perempuan tuli tidak menguasai bahasa isyarat, yang seharusnya menjadi hak mereka untuk dapat berkomunikasi maupun mendapatkan informasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya," katanya.

Kedua, Keterbatasan pengetahuan dan akses informasi

Keterbatasn informasi terutama yang bersifat pribadi mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi karena mayoritas masyarakat belum memahami dunia tuli dan bahasa isyarat, mereka tidak bisa memberikan akses komunikasi dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan perempuan Tuli. 

Baca juga: Sarung Tangan Penerjemah Bahasa Isyarat Jadi Verbal Menangkan STEAM Innovation Festival

"Selain itu, materi edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi, bahkan di sekolah Dengar sekalipun, masih terbilang minim. Yang diajarkan baru sebatas materi biologi, misalnya tentang organ tubuh dan pembuahan. Topik penting seperti kebersihan organ reproduksi, hak tubuh, pencegahan dan dampak aktivitas seksual, masih dianggap tabu," kata Nissi. 

Ketiga, Kecenderungan victim blaming

Nissi mengatakan, akibat pengetahuan yang minim mengenai hak tubuh, banyak masyarakat, bahkan di antara individu Tuli sekalipun, masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual.

"Sejalan dengan temuan tersebut, kami berbagi pengetahuan berdasarkan enam pilar yakni pengenalan sistem reproduksi dan anatomi tubuh, pemahaman mengenai pubertas dan edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi, hak persetujuan dan batasan tubuh (consent),  risiko di dunia digital hingga pertolongan pertama secara psikologis untuk memulihkan trauma yang mungkin dirasakan.

Rangkaian program “FeminisThemis Academy 2024” di Bandung dan Yogyakarta maupun webinar telah memberi manfaat ke lebih dari 150 teman Tuli. Uniknya, kegiatan ini diikuti pula oleh peserta laki-laki Tuli, mencerminkan kebutuhan yang setara untuk memahami materi yang disajikan. 

Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion Board Unilever Indonesia, Kristy Nelwan, selaku kolaborator dalam program ini hari Bahasa Isyarat Internasional ini jadi momentum yang baik untuk menguatkan komitmen semua pihak dalam mewujudkan dunia yang lebih adil, beragam, dan inklusif.

"Kami harap kolaborasi ini mampu mengangkat urgensi tentang pentingnya bagi lebih banyak pelaku usaha untuk menempatkan penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat yang sepatutnya mendapatkan perhatian dan dukungan yang adil dan setara,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini