Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menjelaskan salah satu faktor yang menyebabkan harga obat di Indonesia mahal karena perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk distribusi, pemasaran, dan iklan.
Hal itu ia ungkap saat sesi wawancara khusus di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (27/9/2024)
"Dia mengeluarkan duit banyak untuk marketing, distribusi, advertising, dan sebagainya. Jadi harga obat naik," kata Taruna.
Baca juga: Kepala BPOM Bongkar 4 Biang Kerok Harga Obat di Indonesia Mahal
Untuk menekan harga akibat tingginya biaya pemasaran dan iklan yang harus dikeluarkan perusahaan farmasi, Taruna menyoroti Harga Eceran Tertinggi (HET).
Soal HET obat sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2015 tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat.
Baca juga: Resmi Jadi Kepala BPOM, Taruna Ikrar Fokus Tekan Harga Obat yang Masih Mahal
Taruna menyatakan bahwa BPOM akan meminta perusahaan farmasi untuk mencantumkan HET pada kemasan obat yang dijual. Sebelum mendapatkan izin edar, perusahaan wajib mencantumkannya.
"Nah, BPOM tanggung jawabnya adalah mengeluarkan nomor izin edar. Dalam nomor izin edar sebelum beredar, dia harus mencantumkan label. Nah jadi labelnya kita pegang kan," ujar Taruna.
Ia berharap dengan adanya peraturan ini, perusahaan tak perlu dipaksa untuk mencantumkan HET obat.
"Dengan mencantumkan harga eceran tertingginya, maka logikanya dia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk distribusi, untuk pemasaran, iklan, dan sebagainya kan?" ucap Taruna.