Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa nama mulai bermunculan di bursa menteri (BUMN) era pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
Seperti nama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani hingga Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
Namun peneliti Sinergi Kawal BUMN, Willy Kurniawan mengingatkan posisi menteri BUMN seyogianya diisi orang-orang profesional yang tidak memiliki pekerjaan tambahan atau rangkap jabatan di kabinet.
"Artinya kalau menyangkut oligarki, menteri sekarang saya cenderung tidak cocok, terlalu banyak double job sudah begitu beban jaringan bisnisnya agak kental. Sehingga kita tahu bagaimana kemudian isu-isu di BUMN muncul. Ke depan bukan kita hapus, tapi kita manage dengan baik," kata Willy dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk ‘Menerawang Kabinet Ekonomi Prabowo’ di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2024).
Willy kemudian bercerita soal sosok seperti Tanri Abeng dan Rini Soemarno yang dinilainya cocok masuk dalam pemerintahan Prabowo - Gibran. Sebab keduanya adalah sosok profesional yang tak banyak diintervensi oleh oligarki atau kelompok tertentu.
Baca juga: Prabowo Disebut Akan Ubah Kementerian BUMN jadi Badan
"Kalau ditanya figur, saya mungkin condong ke Pak Tanri sama Bu Rini. Blueprint pembentukan super holding di zaman Bu Rini sebenarnya sudah jalan. Jadi yang dilakukan oleh Pak Erick untuk cluster BUMN jadi tujuh, infrastruktur, perbankan dan seterusnya itu sudah dimulai sejak zaman Pak Tanri sebagai sebuah embrio, diteruskan ke zaman Pak Dahlan Iskan selanjutnya oleh Bu Rini," jelas dia.
Willy sendiri tak menampik segudang pengalaman yang dimiliki Rosan Roeslani.
Namun, Rosan merupakan Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, sehingga punya singgungan kepentingan.
Sementara nama Sakti Wahyu Trenggono muncul karena memiliki kedekatan dengan Prabowo Subianto karena pernah menjadi wakil Prabowo di Kementerian Pertahanan.
Tapi Wahyu Trenggono kini tengah disorot usai dipanggil KPK Juli lalu.
Terlebih belakangan muncul isu ekspor pasir laut yang mendapat respon negatif dari nelayan seluruh Indonesia.
"Tapi isu ekspor impor pasir sekarang ini jadi semacam hantu bagi nelayan di seluruh pesisir. Walaupun belum jalan, pasirnya belum dikeruk, tapi ini nelayan sudah ribut se-Indonesia," pungkas dia.