Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto mempertanyakan keberadaan anggota Polda Bangka Belitung di dalam grup whatsapp bernama New Smelter yang dibentuk untuk meningkatkan produksi bijih timah di PT Timah Tbk.
Pertanyaan Hakim dilemparkan kepada eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat hadir sebagai saksi mahkota dalam sidang korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Dalam sidang tersebut duduk sebagai terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, dan Direktur Keuangan PT RBT Reza Ardiansyah.
Hakim Eko awalnya mencecar Riza soal pengetahuannya tentang sosok suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Mendengar pertanyaan hakim, Riza mengaku dirinya mengenal Harvey Moeis sejak tahun 2018.
"Saya mulai bicara ngobrol itu 2018 yang mulia," kata Riza.
Baca juga: PT Timah Disebut Rugi Rp 611 Miliar Buntut Kerja Sama dengan Perusahaan Smelter Swasta
Hakim pun mempertanyakan sosok mantan Kapolda Bangka Belitung kepada Riza Pahlevi.
Riza pun mengaku kenal Kapolda Bangka Belitung saat itu, Irjen Pol Syaiful Zachri.
"Saya kenal dengan Kapolda," ucap Riza.
Hakim pun kembali mencecar Riza soal pengetahuannya tentang Kapolda Babel itu dengan Harvey Moeis.
Pasalnya berdasarkan informasi dalam sidang kasus korupsi timah, nama Kapolda Babel Irjen Saiful Zachri kerap disebut.
Riza mengklaim tidak mengetahui pasti keterkaitan Saiful Zachri dengan Harvey Moeis.
Saat itu ia menduga antara Kapolda Babel dengan Harvey Moeis itu hanya sebatas teman.
Baca juga: Helena Lim Bakal Jadi Saksi Mahkota Untuk Harvey Moeis Dalam Sidang Korupsi Timah Senin Pekan Depan
"Teman paling yang mulia, saya enggak tahu kaitannya," ucap Riza.
Hakim Eko yang penasaran kembali lanjut bertanya apa hubungannya Kapolda Babel saat itu bisa berada di internal PT Timah.
Menjawab hal itu, Riza mengatakan, sejatinya PT Timah kerap menjalin komunikasi dengan pihak Polda terutama menyangkut soal pengamanan.
"Apakah Kapolda ini yang mengawal ini pak supaya minta kemitraan dengan saudara?" tanya Hakim.
"Engga sih pak kayaknya," ucap Riza.
Hakim Eko pun belum puas dengan jawaban Riza.
Pasalnya dalam perkara ini terdapat anggota Polda Babel yang juga masuk ke grup New Smelter yang berisikan orang PT Timah dengan perwakilan smelter swasta.
"Bukan, secara spesifik ya, ternyata ada orang Polda di dalam grup smelter itu untuk apa? Apakah menghitung tonasenya antara PT Timah dengan smelter swasta ini? Kalau pengamanan objek vital ngapain masuk ke grup grup ini? Gimana, untuk apa, saudara bisa jelaskan?," cecar Hakim.
Namun, Riza mengaku tidak tahu soal dugaan keterlibatan oknum anggota Polda Babel dalam bisnis antara PT Timah dengan 5 smelter ini.
Hakim Eko pun mendalami soal adanya keterangan saksi yang mengatakan oknum Polda disebut meminta tolong agar terdapat pembagian kuota dalam kerja sama antara PT Timah dengan smelter swasta.
"Saya tidak tahu Yang Mulia," jawab Riza.
"Jadi orang Polda yang masuk ke grup smelter, malah saksi mengatakan orang Polda ini minta tolong ini supaya dikasih kuota untuk kerj sama dengan PT Timah? Saudara enggak tahu?" tanya Hakim.
Mendengar pertanyaan tersebut Riza hanya terdiam hingga Hakim kemudian menghentikan pertanyaannya.
Nama eks Kapolda Babel sebelumnya disebut pegawai General Affair PT RBT Adam Marcos dalam sidang korupsi timah sebelumnya.
Adam menyebut eks Kapolda Babel pernah memerintahkan kepada perusahaannya untuk membantu PT Timah meningkatkan produksi bijih timah.
Menurut Adam, saat itu, Suparta memerintahkan dirinya untuk menjalankan imbauan Kapolda Babel Irjen Syaiful Zachri.
Adapun bentuk bantuan yang diminta Kapolda agar RBT melalui Adam Marcos meningkatkan produksi bijih PT Timah.
"Saat itu saya dipanggil Pak Suparta, Dam himbauan dari Pak Kapolda untuk membantu PT Timah. Kemudian untuk meningkatkan naik produksi. coba lu hubungin orang PT Timah," ungkap Adam Marcos dalam sidang.
Adam pun kemudian langsung menjalankan instruksi Suparta untuk menghubungi pihak PT Timah dan mencari pasir timah.
Hanya saja saat itu Adam mengaku lupa siapa sosok perwakilan dari PT Timah yang dirinya hubungi.
"Saat itu orang PT Timahnya saya lupa," ucap dia.
Kemudian Jaksa pun kembali mendalami keterangan Adam perihal perintah mantan Kapolda Babel tersebut.
Kali ini Jaksa coba menyamakan keterangan Adam di persidangan dengan berita acara pemeriksaan (BAP) yang pernah ia sampaikan di tahap penyidikan.
"Di nomor 23 saudara menjelaskan, saya melakukan pengiriman bijih timah ke PT timah sekitar tahun 2018 dengan berkoordinasi dengan saudara musda setelah diperintahkan Syaiful Zachri almarhum yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Babel. Itu gimana ceritanya?" tanya Jaksa.
"Saat itu saya pikir karena himbauan Kapolda untuk meningkatkan produktivitas saya asumsikan disuruh Pak Kapolda," jawab Adam.
Akan tetapi di situ Jaksa merasa bingung dengan keterangan daripada Adam khususnya yang tertera di dalam BAP.
Pasalnya antara keterangan satu dengan yang lainnya, Adam memberi keterangan yang berbeda terkait pengiriman bijih timah tersebut.
Bahkan Jaksa sampai mengingatkan saksi tersebut bahwa dirinya sudah disumpah sebelum memberi keterangan di hadapan persidangan.
"Terus perintahnya? Kalau di nomor 24 kan: Dapat saya jelaskan saya tidak pernah melakukan pengiriman bijih timah dan penandatanganan berita acara pengiriman bijih timah selain itu seperti yg saya jelaskan saya hanya bertemu dengan saudara Musda satu kali dan tidak pernah. Lalu saya bertemu setelah mendapat instruksi dari saudara Saiful Zachri almarhum Kapolda Babel saat itu', gimana? Kamu sudah disumpah tadi," tegas Jaksa.
Merasa dicecar Jaksa, kemudian Adam mengaku bahwa pada saat itu dirinya merasa cemas dan bingung.
Pasalnya ia harus berhadapan dengan Kapolda Babel yang memerintahkan untuk membantu produksi PT Timah.
"Saat itu saya bingung pak, cemas, saya bingung mau jemput siapa karena saya taunya himbauan Kapolda saya asumsikan seperti itu saat itu, yang sebenarnya terjadi seperti yang saya jelaskan.
"Gimana?," tanya Jaksa.
"Karena ada himbauan pak Kapolda untuk membantu PT timah meningkatkan produksi diminta untuk membantu PT timah dengan mengirimkan pasir timah dari PT timah," pungkas Adam.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Harvey Moeis secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.