TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor terkait penetapan tersangkanya dalam kasus penerimaan suap dan/atau gratifikasi.
Diketahui, Sahbirin Noor diduga terlibat dalam pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
"KPK akan menghadapi dan mengawal prosesnya melalui Biro Hukum sesuai aturan yang berlaku," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (11/10/2024).
Tessa mengatakan, KPK mempersilakan Sahbirin mengajukan praperadilan karena itu memang merupakan hak bagi seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"KPK mempersilakan penggugat untuk menggunakan hak melakukan gugatan praperadilan," ujarnya.
Sebelumnya, Sahbirin mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (10/10/2024) dan telah teregister dengan nomor perkara: 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Sidang perdana gugatan praperadilan akan digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 28 Oktober 2024.
Perkara itu akan diperiksa dan diadili hakim tunggal Afrizal Hady dan Panitera Pengganti Komar.
Alasan Sahbirin Noor Belum Ditahan meski Jadi Tersangka
Hingga saat ini KPK belum menahan Sahbirin meski telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan di Kalsel tersebut.
Alasannya, karena uang siap Rp1 miliar dalam kasus ini belum sampai ke tangan Sahbirin sendiri.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan hal itulah yang membuat Sahbirin tidak termasuk orang yang ditangkap dalam OTT KPK.
Baca juga: Sudah Dicegah ke Luar Negeri, Kapan KPK Panggil Gubernur Kalsel Sahbirin Noor?
Pasalnya, penahanan tersangka dalam OTT itu dilakukan menyesuaikan jalannya uang suap ke para tersangka.
"Terkait dengan masalah belum ditangkap (Gubernur Kalsel). Ya, jadi kita sampaikan bahwa proses operasi tangkap tangannya itu kita kan mengikuti jalannya uang nih, jalannya uang, dari awal ya," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).
Asep kemudian menjelaskan aliran uang yang berasal dari dua pemberi, yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto baru sampai keempat penerima.
Empat penerima itu adalah Ahmad Solhan, Yulianti Erlynah, Ahmad, dan Agustya Febry Andrean.
Jadi, tim KPK baru bergerak menangkap enam orang tersebut karena mereka sudah menerima uang suap itu.
"Jadi uang yang itu bergerak. Saya ulangi ya, dari pemberi dari, YUD (Sugeng Wahyudi) dan AND (Andi Susanto) kemudian ke YUL (Yulianti Erlynah), kemudian ke saudara BUY ini sopir ya, kemudian ke saudara AMD (Ahmad) ke sana," kata Asep.
"Sebagaimana konsep tertangkap tangan, salah satunya adalah ketika ditemukannya barang bukti berada pada orang tersebut, jadi setelah kita identifikasi dari siapa orang tersebut, itu yang kita sentuh terlebih dahulu, kita ambil terlebih dahulu," lanjut dia.
"Nah, uang ini belum ter-deliver lebih dari itu gitu, jadi berhenti pada saudara AMD ini. Sehingga, tadi yang ditetapkan sebagai tersangka itu tidak hanya enam orang yang ada di sini," kata Asep.
Adapun, penetapan tersangka Sahbirin Noor dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap tersangka lainnya.
Ditemukan cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.
KPK menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka karena diduga menerima fee 5 persen terkait proyek. Nilainya Rp1 miliar.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel, termasuk Sahbirin Noor.
Berikut adalah identitas selengkapnya tujuh tersangka tersebut:
- Sahbirin Noor: Gubernur Kalimantan Selatan;
- Ahmad Solhan: Kadis PUPR Provinsi Kalimantan Selatan;
- Yulianti Erlynah: Kabid Cipta Karya sekaligus PPK;
- Ahmad: Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, sekaligus pengepul uang/fee;
- Agustya Febry Andrean: Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan;
- Sugeng Wahyudi: Pihak swasta;
- Andi Susanto: Pihak swasta.
Sebagai informasi, Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Febry ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.
Sementara itu, Wahyudi dan Andi ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK.
Keenam tersangka, kecuali Sahbirin yang belum ditangkap diketahui ditahan selama 20 hari ke depan.
Terhitung mulai dari 7 Oktober 2024 gingga 26 Oktober 2024.
Empat orang tersangka dari lingkungan Pemprov Kalsel, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan dua orang tersangka dari unsur swasta, diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian)