TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari menilai positif Presiden terpilih Prabowo Subianto menyusun Kabinet dengan jumlah menteri yang banyak.
Hal itu disampaikan Qodari saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dalam program 'Ngobrol Bareng Cak Febby (Ngocak),' di Studio Tribun Network, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024).
Prabowo telah memanggil 107 tokoh yang akan ditunjuk menjadi calon menteri, wakil menteri (wamen) dan Kepala Badan di kabinetnya bersama Gibran.
Para tokoh tersebut dipanggil menghadap Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta, 14-15 Oktober 2024. Rinciannya, pada Senin (14/10/2024), sebanyak 49 calon menteri dipanggil Prabowo ke rumahnya di Kertanegara.
Banyak pihak menyoroti gemuknya kabinet Prabowo-Gibran Rakabuming Raka karena dinilai tidak efektif, tidak efisien secara biaya hingga dianggap bakal lambat.
Namun sebaliknya, menurut Qodari, Prabowo justru ingin mengejar efisiensi dan fokus kerja para Menteri sehingga bisa segera menyelesaikan persoalan yang ada.
"Tapi sebetulnya dalam kacamata organisasi Pak Prabowo justru mengejar efisiensi disitu dan ketajaman," ujar Qodari.
Karena dia menjelaskan, ada beberapa Kementerian yang memiliki postur, tugas yang sangat besar.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), salah satu contohnya menurut Qodari.
"Kalau buat saya pribadi contoh Kementerian yang terlalu obes (gemuk) itu adalah Kementerian Dikbud atau Diknas. Di dalamnya ada sekolah, di dalamnya ada perguruan tinggi, di dalamnya ada riset, di dalamnya ada kebudayaan," jelasnya.
Kemendikbudristek, menurut informasi yang dia peroleh, termasuk Kementerian yang akan dipecah dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kata dia, Kemendikbudristek akan dipecah menjadi tiga. Pertama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kedua, Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. Dan ketiga adalah Kementerian Kebudayaan.
"Kementerian yang sangat-sangat besar, ngurusin pendidikan dasar saja sudah banyak banget, SD, SMP, kemudian SMA. Kemudian perguruan tinggi juga banyak sekali. Belum lagi beban riset."
"Nah soal kebudayaan apa betul bisa digabung dengan Pendidikan? Atau harus berdiri sendiri?" jelasnya.