TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Jakarta menggelar kegiatan Pengajian Lailatul Ijtima, Pengajian Kitab Risalah Ahlussunah karya KH Hasyim As'yari.
Kegiatan itu juga dibarengi dengan sodaqoh anak yatim piatu di peringatan hari Santri Nasional yang dilaksanakan di Masjid Al-Ishlah Jl Masjid Nomor 2 RT 08/07 Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.
Dr Suhadi Rizki Herdianto mengatakan kegiatan ini semata- mata untuk memperingati hari Santri Nasional 22 Oktober yang ditetapkan berdasarkan usulan dari ratusan santri di Pondok Pesantren Babussalam Desa Banjarejo, Malang tahun 2014.
Menurut, tokoh Ciracas itu penetapan hari santri nasional tidak terlepas campur tangan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Hari Santri Nasional diperingati setiap 22 Oktober sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2015 silam.
Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
"Waktu itu Presiden RI Joko Widodo yang belum berstatus sebagai presiden, berjanji kepada para santri bahwa usulan Hari Santri Nasional akan diperjuangkan," kata Gus Ahmad Suhadi, sapaan akrabnya, kepada Wartawan, Selasa (22/10/24).
Kata Gus Ahmad Suhadi, di hari yang sama Jokowi menandatangani komitmen untuk menetapkan Hari Santri Nasional tanggal 1 Muharram.
Namun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengusulkan tanggal lain yakni 22 Oktober yang diusulkan sebagai tanggal diperingatinya Hari Santri Nasional karena memiliki latar belakang sejarah.
Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari, ulama sekaligus pahlawan nasional Indonesia mencetuskan fatwa resolusi jihad.
Hal itu dicetuskan untuk mempertahankan kemerdekaan RI setelah Indonesia kembali diserang oleh sekutu.
Berdasarkan sejarah tersebut maka dipilihlah tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
"Keberkahan presiden Jokowi Dodo setelah turun dari jabatan presiden masih kita rasakan di hari Santri Nasional Ini," pungkasnya.