News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Periksa Pejabat PT BKI, KPK Dalami Kelayakan Kapal PT JN yang Diakuisisi ASDP

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala SBU Marine and Offshore Migas PT Badan Klasifikasi Indonesia atau BKI (Persero), Budi Prakoso, Selasa (22/10/2024).

Pejabat di salah satu perusahaan BUMN itu diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022.

Lewat pemeriksaan Budi Santoso, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, penyidik mendalami kelayakan kapal PT Jembatan Nusantara.

Diketahui, PT BKI adalah perusahaan pelat merah yang diberi wewenang untuk mengklasifikasi kapal niaga berbendera Indonesia. 

Klasifikasi merupakan kegiatan penggolongan kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin, dan listrik kapal untuk memberikan penilaian mengenai kelaiklautan kapal untuk berlayar.

Baca juga: KPK Dalami Peran Ketua Sementara DPRD Jawa Timur Anik Maslachah di Kasus Suap Dana Hibah

"Saksi hadir, didalami terkait dengan kelayakan kapal PT JN," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2024).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Mereka yaitu Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; dan Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.

Baca juga: KPK Buka Opsi Terapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang terkait Kasus Korupsi di ASDP

Keempat tersangka itu sempat menggugat status tersangka mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan keempat tersangka tersebut.

Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024.

Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.

KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di lingkungan ASDP, yakni Rp 1,27 triliun. 

Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud. 

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan. 

Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi. 

Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru. 

Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi. 

Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.

"Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. 

Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan. 

Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. 

Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan. 

"Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain," ujar Asep.

Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan.

Asalkan, prosesnya tidak menabrak aturan.

Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.

"Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyeberangan kan menumpuk. Tidak mencukupi lah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya," kata Asep.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini