Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Tiga saksi tersebut yakni Mohammad Hanief Arie Setianto, Karyawan Swasta; Yurisca Lady Enggrani, Notaris; dan Bima Priya Santosa, Karyawan Swasta.
Baca juga: KPK Usut Kasus Korupsi Lahan di Rorotan, 10 Orang Dicegah Bepergian ke Luar Negeri
Ketiga saksi itu dikonfirmasi penyidik terkait peran mereka dalam pembelian tanah di Rorotan.
"Saksi-saksi didalami terkait dengan kronologis dan peran mereka dalam pembelian tanah Rorotan," kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).
Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni:
- Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing;
- eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan;
- Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys;
- Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk;
- Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.
Baca juga: Polisi Pastikan Kerangka Manusia yang Ditemukan di Rorotan Jakarta Utara Berjenis Kelamin Perempuan
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.
Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu.
Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah.
Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar.
Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.
"Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan.
Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.