"Itu pasal 26 ayat 2, UU No. 2 Tahun 1998 tentang peradilan umum, dalam hal ketua, wakil ketua, dan hakim dapat dilakukan penangkapan oleh Jaksa Agung dengan seizin Ketua MA, kecuali dalam hal tertangkap tangan. Jadi kalau tertangkap tangan, tidak perlu izin," jelas Yanto.
Yanto menegaskan penangkapan yang dilakukan terhadap tiga hakim PN Surabaya tidak memerlukan izin Ketua MA karena mereka tertangkap tangan dalam operasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
“Yang memerlukan izin Ketua MA itu kalau tidak tertangkap tangan. Seperti itu, jadi dalam hal ini tidak perlu izin," tambahnya.
Yanto juga menambahkan penjelasan mengenai peran Komisi Yudisial (KY) terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim.
Menurutnya, rekomendasi dari KY menyangkut pelanggaran kode etik, sementara pemberhentian sementara yang dilakukan saat ini berkaitan dengan penegakan hukum.
Sebagai informasi, tiga hakim yang ditangkap di Surabaya adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo.
Mereka ditangkap oleh Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu, (23/10/2024).
“Kami sangat menyesalkan kasus ini, namun Mahkamah Agung tetap menghormati proses hukum yang berjalan. Kami akan terus memantau dan memberikan sanksi tegas jika terbukti bersalah,” tambah Yanto.
MA menegaskan ketiga hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden jika proses penahanan telah resmi dilakukan.
Jika terbukti bersalah dengan putusan berkekuatan hukum tetap, mereka akan diusulkan untuk diberhentikan tidak dengan hormat.
Tiga hakim ini bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ketiganya membebaskan Gregorius Ronald Tannur dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan ke kekasihnya, Dini Sera Afrianti, beberapa waktu lalu.(*)